Selasa, 12 Oktober 2010

laporan dasbud

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Sebagai keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk “membongsorkan“ tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir dengan kandungan oksigen rendahpun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan ikan ini (Ghufran, 2008).
Ikan patin merupakan salah satu ikan air tawar yang memiliki peluang ekonomi untuk dibudidayakan. Budi Daya ikan Patin masih perlu diperluas lagi, karena pemenuhan permintaan masih sangat kurang. Ikan patin seperti halnya ikan lele tidak memiliki sisik dan memiliki semacam duri yang tajam di bagian siripnya keduanya tergolong dalam kelompok catfish. Ada yang menyebut ikan patin dengan Lele Bangkok. Di beberapa daerah ikan patin memiliki nama yang berbeda-beda antara lain ikan Jambal, ikan Juara, Lancang dan Sodarin. Rasa daging ikan patin yang enak dan gurih konon memiliki rasa yang lebih dibandingkan Ikan Lele. Ikan patin memiliki kandungan minyak dan lemak yang cukup banyak di dalam dagingnya. Teknik budi daya ikan patin sebenarnya relatif mudah sehingga tidak perlu ragu jika berminat menekuni budi daya ikan ini (Ghufran, 2008).
Pada awalnya pemenuhan kebutuhan ikan patin hanya mengandalkan penangkapan dari sungai, rawa dan danau sebagai habitat asli ikan patin. Seiring dengan meningkatnya permintaan dan minat masyarakat, ikan patin mulai dibudidayakan di kolam,keramba maupun bak dari semen. Permintaan ikan patin yang terus meningkat memberikan peluang usaha bagi setiap orang untuk menekuni usaha di bidang budi daya ikan patin ini (Ghufran, 2008).
B. Tujuan
Praktikum dasar-dasar budidaya perairan ini diharapkan agar praktikan memahami :
1. Teknik menghitung growth rate atau laju pertumbuhan dan konversi pakan ikan.
2. Teknik menghitung survival rate atau tingkat kelangsungan hidup ikan selama pemeliharaan.
3. Teknik mengukur kualitas air ( suhu, DO dan pH).

























II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistematika dan Morfologi Ikan Patin
Sistematika ikan patin (Pangasius pangasius) menurut (Ghufran, 2008) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Class : Actinopterygii
Ordo : Ostarioplaysi
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius pangasius
Ikan Patin jambal (Pangasius djambal) termasuk kedalam kelompok Catfish yang berukuran besar, dimana kelompok Pangasius ini terdiri dari 19 species yang tersebar mulai dari daratan India, Indocina, Burma, Malaysia dan Indonesia (Robert & Vidyahayanon, 1991).
Patin jambal adalah salah satu dari kelompok pangasius yang banyak terdapat di sungai, danau dan perairan umum lainnya di Indonesia dan banyak di jumpai di daerah Jambi, Riau dan Sumatera Selatan. Dari hasil evaluasi di lapangan menunjukan bahwa ikan ini mempunyai karakter yang menguntungkan untuk budidaya dan bisa mencapai ukuran yang lebih besar dari 20 kg bobot badan (Legendree at all, 2000) namun ketersediannya masih bergantung dari hasil tangkapan di alam.
Dengan keberhasilan Balai Budidaya Air Tawar Jambi dalam produksi massal benihnya sejak 2002, maka terbuka peluang usaha pembesarannya. Sehingga budidaya patin jambal dapat dijadikan arternatif komoditi air tawar untuk dimasa mendatang.




B. Patin dan Penyebaran
Penyebaran ikan patin banyak terdapat di daerah lampung, sumatera selatan, jawa barat dan Kalimantan. Patin siam bukan ikan asli Indonesia. Dengan berbagai kelebihan, ikan ini berkembang di sini. Hampir di setiap daerah berdiri sentra-sentra produksi, mulai dari pembenihan hingga pembesaran. Lalu dari mana sebenarnya ikan patin ini dan bagaimana dengan penyebarannya.
Patin Siam adalah ikan asli Thailand. Patin Siam umumnya hidup di air tawar dan payau dengan aliran air yang tenang, terutama di sungi-sungai berlumpur atau berpasir (Smith, 1945; Soetikno, 1976; Direktorat Jenderal Perikanan 1877; Lagler Et Al., 1977). Kadang-kadang ikan ini masuk ke dalam rawa yang berdekatan dengan sungai besar (Soetikno, 1974).
Ikan ini hidup subur di sungai, danau, waduk dan kolam (Varikul Dan Boonsom, 1966; Sar, 1985). Penyebaran ikan Patin Siam meliputi Thailand, Burma, India (Weber dan Beaufort, 1913 ; Smit 1945 ; Direktorat Jenderal Perikanan, 1977) Taiwan, Malaysia, Semenanjung Indocina (Buchanan, 1983), Sumatra dan Kalimantan (Schuster dan Djajadiredja, 1952).
Ikan patin siam termasuk ikan dasar, hal ini bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang bawah. Habitatanya di sungai-sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Jenis ikan patin di Indonesia cukup banyak, diantaranya Pangasius poluranodo (ikan juaoro), Pangasius macronema (ikan rius, riu, lancang), Pangasius micronemus (wakal, riu scaring) Pangasius nasutus (pedado) dan Pangasius nieuwenhuisil (lawang) (Effendi, 2006).
Ikan Patin Siam mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi terhadap amonia dan buangan nitrogen lainnya dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan buatan, seperti dalam sangkar terapung . Ikan ini juga mempunyai daya reproduksi, benihnya dapat ditangkap di sungai-sungai besar dan baik untuk dikembangkan sebagai ikan kultur (Direktorat Jenderal Perikanan, 1977).





C. Kualitas Air
Kualitas air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan mudah terserang penyakit. Kualitas air meliputi sifat kimia air dan sifat fisika air. Sifat kimia air adalah kandungan oksigen (O2), karbondioksida (CO2), pH, zat-zat beracun dan kekeruhan air. Sedangkan sifat fisika air adalah suhu, kekeruhan dan warna. Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang tahan terhadap kekurangan oksigen di dalam air dan apabila air kekurangan oksigen ikan patin dapat mengambil oksigen dari udara. Pada usaha budidaya intensif kandungan oksigen yang diperlukan adalah minimal 4 mg/liter air, sedangkan kandungan karbondioksida kurang dari 5 mg/liter air. Alat yang digunakan untuk mengukur kandungan oksigen dan karbondioksida adalah water quality test kit atau alat pengukur kualitas air. Nilai pH (puisanche of the H) yang normal bagi kehidupan ikan patin adalah 7 (skala pH 1-14), namun karena pH air meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari akibat berlangsungnya fotosintesa maka derajat keasaman yang baik untuk ikan patin adalah antara 5-9 (Ghufran, 2008).
Alat yang digunakan untuk mengukur keasaman air adalah kertas lakmus. Zat beracun yang berbahaya bagi kehidupan ikan patin adalah amoniak, yaitu amoniak bukan ion (NH3) dan amonium (NH4) yang biasanya muncul apabila fitoplankton banyak yang mati yang diikuti dengan penurunan pH karena kandungan karbondioksida meningkat. Batas konsentrasi kandungan amoniak yang dapat mematikan kehidupan ikan patin adalah antara 0,1-0,3 mg/liter air. Kekeruhan dapat mempengaruhi cahaya matahari yang masuk ke dalam air. Kekeruhan disebabkan karena berbagai partikel seperti lumpur, bahan organik, sampah atau plankton. Kekeruhan yang baik adalah disebabkan oleh plankton. Alat yang digunakan untuk mengukur kekeruhan air adalah sechi disk. Kategori kekeruhan air adalah sebagai berikut :
Kedalaman air (cm) Kesimpulan
1. 1 – 25 Air keruh, dapat disebabkan oleh plankton dan partikel tanah
2. 25 – 50 Optimal (plankton cukup)
3. 50 Jernih (plankton sedikit)




D. Pakan
Dalam kegiatan budidaya perikanan Pakan harus mendapat perhatian yang serius karena pakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan berat ikan dan merupakan bagian terbesar dari biaya operasional dalam pembesaran ikan. Berdasarkan hasil penelitian para ahli perikanan, untuk mempercepat pertumbuhan ikan selama pembesaran, setiap hari ikan perlu diberikan makanan sebanyak 3-5% dari berat total tubuhnya. Pemberian pakan dilakukan secara bertahap sebanyak tiga kali yaitu, pagi, siang, sore hari (Ghufran, 2008).
Pakan diberikan dengan disebarkan secara perlahan sambil mengamati perilaku ikan. Ikan yang bermasalah bisanya memiliki nafsu makan yang rendah dan terasing dari komunitasnya. Pengontrolan kondisi ikan saat pemberian makan merupakan waktu paling mudah untuk kerperluan deteksi dini terhadap masalah. Jika seandainya ikan terlihat telah kenyang sedangkan jatah pakan masih tersisa maka hentikan pemberian pakan dan catat jumlah pakan yang diberikan pada waktu tersebut (Suwandi, 2007).
Pemberian makan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Jumlah makanan yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan peliharaan. Jumlah makanan selalu berubah setiap bulan, sesuai dengan kenaikan berat badan ikan dalam hampang. Hal ini dapat diketahui dengan cara menimbangnya 5-10 ekor ikan contoh yang diambil dari ikan yang dipelihara (smpel) (Ghufran, 2006).










III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat
Pada pelaksanan praktikum Dasar-Dasar Budidaya Perairan ini dimulai dari tanggal 3 Mei 2010 sampai dengan 25 Mei 2010. Praktikum ini bertempat di Laboraturium Dasar Bersama program study Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

B. Alat dan Bahan
Dalam praktikum Dasar-Dasar Budidaya ini menggunakan alat dan bahan diantaranya adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Alat – alat Praktikum
No Nama Jumlah Fungsi Spesifikasi
1





2



3

4



5


6

7


8 Aerator





Timbangan (digital)


Penggaris

Selang diameter 1 cm


pH Meter


Termometer

DO meter


Akuarium 1 buah





1 buah



1 buah

1 meter



1 buah


1 buah

1 buah


1 buah Untuk menambah kelarutan oksigen dalam air, sehingga ikan tidak mengalami LODOS (Low Disolve Oksigen Syndrome).

Untuk menimbang berat ikan yang dipelihara.


Untuk mengukur panjang ikan.

Untuk mengganti air dan mengeluarkan kotoran dan sisa pakan dari ikan (penyiponan).

Untuk mengetahui tingkat keasaman atau kebasaan air.

Untuk mengukur suhu air.

Untuk mengetahui kelarutan oksigen dalam air.

Sebagai media pemelihaaran ikan.
12 lubang





Tingkat Kesalahan 0,0000 gram

Satuan cm

Diameter 1 cm



0,1 unit pH


0C

0,01 ppm


25x25x25 cm
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum
No Nama Jumlah Fungsi
1



2 Ikan Patin (Pangasius pangasius)

Pakan pellet (terapung / tenggelam) 10 ekor



Sebagai bahan praktikum, untuk mengetahui aktivitas, dan kebiasaan hidupnya.

Sebagai pakan bagi ikan, untuk mempercepat pertumbuhan.


C. Cara Kerja
Setelah kita mendapatkan ikan yang sudah ditentukan untuk di pelihara, kita akan mulai pemeliharaan dengan beberapa cara kerja, diantaranya:
Persiapan Media
Perlakukannya berupa menyiapkan wadah budidaya yaitu aquarium dengan membersihkannya terlebih dahulu, lalu mulailah pengisian air ke dalam aquarium, selanjutnya ikan-ikan mulai ditebar.

Pengukuran Panjang dan Berat
Dengan melakukan pengukuran panjang dan berat ikan dilakukan dengan dua alat, yaitu timbangan dan mistar. Ikan yang akan ditimbang beratnya, menggunakan gelas minuman yang diisi air untuk tempat ikan yang akan ditimbang. Kemudian ikan yang akan diukur panjangnya, langsung ambil ikan dan ukur menggunakan mistar, jangan sampai terlalu lama.
Pemeliharaan
Kegiatan ini diakukan dengan cara, memberi pakan, sistem aerasi, dan penyiponan. Untuk pemberian pakan, dilakukan 3x sehari, lalu sistem aerasi untuk ikan gabus tidak boleh terlalu besar karena ini akan berpengaruh pada kelangsungan hidup ikan, selanjutnya penyiponan untuk membuang kotoran dan sisa pakan ikan.
Kualitas Air
Kualitas air dapat diketahui dengan mengukur pH, suhu, dan disolve oksigen (DO). Pengukuran pH dilakukan dengan pH meter, lalu pengukuran suhu menggunakan termometer, selanjutnya mengukur kelarutan oksigen dengan DO meter.
Survival Rate(SR) dan Feeding Convertion Ratio (FCR)
Melakukan kegiatan untuk Mengetahui tingkat kelangsungan hidup ikan selama pemeliharaan, selanjutnya menghitung nilai konversi pakan. Dengan cara menimbang berat badan dan mengukur panjang ikan setiap minggu.


















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Adapun hasil pengamatan yang dilakukan selama 23 hari mulai pada tanggal 03 Mei 2010 sampai dengan tanggal 25 Mei 2010 adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Berat dan Panjang Ikan Minggu I
Ikan patin Panjang (cm) Berat (gr)
1 7,4 1,2
2 6 1,45
3 7 2,31
4 5,9 1,32
5 6,1 0,9
6 5,9 1,0
7 5 1,3
8 5,2 2,67
9 6 1,49
10 5,3 0,78
Jumlah 59,8 14,34
Rata-rata 5,98 1,434

Tabel 4. Berat dan Panjang Ikan Minggu II
Ikan patin Panjang (cm) Berat (gr)
1 7,5 1,6
2 6,2 3,6
3 6,1 3,1
4 7 1,6
5 6 1,4
6 5 2,2
7 5,1 1,8
8 6 1,5
9 5 1,6
10 6 1,07
Jumlah 59,9 19,47
Rata-rata 5,9 1,9




Tabel 5. Berat dan Panjang Ikan Minggu III
Ikan patin Panjang (cm) Berat (gr)
1 4,5 0,79
2 4,2 0,72
3 4,0 0,70
4 3,9 0,65
5 4,3 0,75
Jumlah 20,9 3,61
Rata-rata 4,18 0,71

Tabel 6. Berat dan Panjang Ikan Minggu IV
Ikan patin Panjang (cm) Berat (gr)
1
2
3
Jumlah
Rata-rata


Tabel 7. Pengamatan Kualitas Air
Hari/Tangal Suhu (oC) pH DO Keterangan
Senin, 03 Mei 2010 28 6,9 5,0 Penebaran benih
Kamis,05 Mei 2010 28 6,9 5,0 Penyifonan akuarium
Senin, 10 Mei 2010 28 6,7 5,2 Ikan mati 1 (B=0,312 gram)
Senin, 17 Mei 2010 29 6,5 5,1 Ikan mati 1 (B=0,42 gram)
Selasa, 25 Mei 2010 29 6,0 5,2 Ikan mati 1 (B= 0,70 gram)


\

B. Pembahasan
Budidaya perairan merupakan salah satu kegiatan untuk memperoleh hasil perikanan baik berupa ikan ataupun makhluk air lainnya dengan menggunakan teknik budidaya yang baik. Pada budidaya perairan dijelaskan bagaimana menerapkan suatu teknik dalam membudidaya ikan. Pada praktikum dasar-dasar budidaya perairan ini bertujuan agar setiap praktikan yakni mahasiswa perikanan dapat mengerti cara dalam melakukan teknik budidaya yang baik. Pada praktikum ini dibagi menjadi sepuluh kelompok, dimana setiap kelompok memelihara salah satu jenis ikan tertentu. Dan dalam kegiatan ini kami mendapatkan jenis ikan patin.
Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan omnivora atau ikan yang memakan tumbuhan dan plankton. Sehingga dalam melakukan kegiatan pemeliharaan ikan patin diberi pakan berupa pellet terapung. Pada praktikum kali ini, tingkat kelangsungan hidup ikan atau surfivel rate yang diperoleh adalah 30%, dari sepuluh ekor ikan yang dipelihara yang hidup hanya tiga ekor. Adapun penyebab ikan tersebut mati adalah karena ikan pada saat awal penebaran tidak mampu beradaptasi sehingga ikan tesebut stres dan pada akhirnya mati.
Pada pemeliharaan ikan, pakan diberikan tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang, dan sore hari. Jumlah pakan yang diberikan dalam satu hari sekitar 1 gram dengan rincian pada pagi hari 0,3 gram, pada siang hari 0,4 gram dan pada sore hari 0,3 gram. Menurut Effendi (2006) ikan patin merupakan salah satu ikan yang pertumbuhannya dapat dikatakan cepat, dan pada kenyataannya yang dilakukan pada praktikum bahwa pertumbuhan ikan patin terjadi lambat. Adapun kecepatan pertumbuhan ikan patin yang kami pelihara sekitar per minggu.
Lambatnya pertumbuhan ikan patin pada saat pemeliharaan menurut Ghurman (2008) di karenakan oleh beberapa faktor, seperti pakan, kualitas air, dan benih yang digunakan. Dalam praktikum ini, memang pertumbuhan ikan sangat lambat karena dari segi pakan yang digunakan merupakan pakan alami yang jumlahnya tidak terlalu banyak, lalu kualitas air budidaya mungkin terlalu jernih. Dengan air yang terlalu jernih dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan gabus karena tidak sesuai dengan habitat aslinya yang merupakan perairan berlumpur. Dan juga benih yang digunakan untuk percobaan bukan merupakan bibit unggul karena menerut penjualnya, benih berasal dari petani dari sungai.
Penyakit yang sering menyerang ikan patin terdiri dari dua golongan yaitu penyakit infeksi yang timbul karena gangguan organisme patogen dan penyakit non infeksi yang timbul karena organisme lain. Penyebab penyakit infeksi adalah parasit, bakteri dan jamur yang dapat menular. Sedangkan penyebab penyakit non infeksi adalah keracunan dan kekurangan gizi.
Penyakit akibat infeksi :
• Parasit adalah penyakit bintik putih (white spot), yang terjadi akibat infeksi Ichtyophthirius multifiliis yang biasanya menyerang benih berumur 1 – 6 minggu. Gejala serangan dicirikan dengan adanya bintik-bintik putih di lapisan lendir kulit, sirip dan lapisan insang dan berenangnya tidak normal. Penanggulangannya dengan menggunakan formalin yang mengandung Malachite Green Oxalate (FMGO) sebanyak 4 gram/liter air. Pencegahan pada ikan yang berukuran lebih besar adalah dengan perendaman selama 24 jam dalam FMGO dengan dosis 10 ml/m3 air seminggu sekali.
• Bakteri yang menyerang ikan patin adalah Aeromonas sp dan Pseudomonas sp. Serangan terjadi pada bagian perut, dada dan pangkal sirip disertai perdarahan. Gejalanya lendir di tubuh ikan berkurang dan tubuhnya terasa kasar saat diraba. Pencegahannya adalah dengan memusnahkan ikan yang mendapat serangan cukup parah agar tidak menulari ikan yang lain. Jika serangan belum parah dapat dilakukan pengobatan dengan cara perendaman menggunakan larutan Kalium Permanganat (PK) sebanyak 10-20 ppm selama 30-60 menit. Cara pengobatan lain adalah perendaman dalam larutan Nitrofuran sebanyak 5-10 ppm selama 12-24 jam atau dalam larutan Oksitetrasiklin sebanyak 5 ppm selama 24 jam. Selain perendaman, pengobatan dapat dilakukan dengan mencampurkan obat-obatan ke dalam makanan seperti Chloromycetin sebanyak 1-2 gram per kg makanan.
• Jamur dapat menyerang ikan patin karena adanya luka-luka di badan ikan. Jamur yang sering menyerang adalah dari golongan Achlya sp. dan Saprolegnia sp. Ciri-ciri ikan patin yang terserang jamur adalah adanya luka di bagian tubuh terutama di tutup insang, sirip dan bagian punggung. Bagian-bagian tersebut ditumbuhi benang-benang halus seperti kapas berwarna putih hingga kecoklatan. Pencegahannya adalah dengan menjaga kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan ikan dan menjaga agar tubuh ikan tidak terluka. Cara pengobatannya adalah dengan perendaman dalam larutan Malachite Green Oxalate dengan dosis 2-3 gram/m3 air selama 30 menit, diulang sampai tiga hari berturut-turut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya di kabupaten OKI, serangan hama dan penyakit terhadap ikan patin yang dipelihara relatif sedikit. Gejala penyakit yang sering timbul adalah kurangnya nafsu makan ikan, terutama pada musim kemarau. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya digunakan multivitamin Previta Fish P yang dicampur dalam makanan buatan sendiri atau pemberian makanan berupa pelet buatan pabrik yang sudah mengandung vitamin. Untuk serangan penyakit tertentu yang mengakibatkan kematian ikan digunakan obat Khemy dengan dosis pengobatan 1,5 sendok teh yang dicampur dalam pakan buatan sendiri.
Pada saat ini di daerah OKI belum ada UPR ikan patin dan produksi benih oleh UPR di Palembang belum mencukupi permintaan masyarakat Sumsel. Oleh karena itu benih ikan patin didatangkan dari Bogor dan daerah lain di Pulau Jawa. Walaupun keadaan transportasi cukup baik, namun keadaan ini dapat menjadi kendala di masa yang akan datang, yaitu harga benih menjadi lebih mahal dan jumlah pasokan benih sulit diprediksi, sehingga akan mempengaruhi usaha budidaya pembesaran ikan patin di daerah ini. Kendala lain yang dihadapi adalah usaha pembenihan ikan patin memerlukan biaya cukup tinggi karena usaha pembenihan memerlukan persyaratan teknologi budidaya tertentu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah Pemerintah Daerah setempat bekerjasama dengan Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di kecamatan Mariana dan dinas terkait, membantu pengadaan unit-unit pembenihan ikan patin.
Dalam budidaya ikan air tawar, pakan merupakan kebutuhan primer untuk mempercepat pertumbuhaan ikan. Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang lahap dalam konsumsi pakan. Pakan buatan pabrik relatif mahal, sehingga masyarakat berusaha mengganti pakan pabrik dengan pakan buatan sendiri yang bahan bakunya diperoleh dari daerah sekitarnya. Masalahnya adalah dosis pakan buatan sendiri belum dapat dipastikan sesuai dengan kebutuhan ikan, sehingga efisiensi penggunaannya belum diketahui. Usaha yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dilakukannya penelitian, penyuluhan dan pelatihan oleh pihak yang berkepentingan kepada para pembudidaya dalam pembuatan pakan buatan yang memenuhi syarat teknis budidaya dan secara ekonomis menguntungkan.
Oleh karena sistem fence baru berkembang dalam tiga tahun terakhir, maka kendala utama yang dihadapi oleh calon pembudidaya ikan patin yang akan memakai sistem ini adalah dalam hal : penguasaan teknik konstruksi fence; penguasaan manajemen pemeliharaan ikan patin; dan belum adanya informasi mengenai rencana lokasi lahan budidaya. Kendala teknik konstruksi dan manajemen pemeliharaan dapat diatasi apabila lembaga terkait aktif memberikan penyuluhan dan pelatihan ketrampilan kepada masyarakat calon pembudidaya. Lembaga terkait saat ini telah memberikan penyuluhan dan pelatihan, namun masih perlu ditingkatkan. Sedangkan kendala informasi dapat diatasi dengan keaktifan dua belah pihak yaitu Pemerintah dan calon pembudidaya untuk saling mencari dan menyebarluaskan informasi mengenai rencana peruntukan lokasi budidaya ikan patin. Ketepatan lokasi penting agar tidak merugikan seluruh pihak baik pembudidaya, pemerintah daerah maupun bank apabila proyek dibiayai oleh bank. Kerugian perlu dicegah karena budidaya ikan patin adalah usaha yang terkait erat dengan usaha pada sektor-sektor lain baik usaha-usaha disektor hulu maupun sektor hilir. Usaha ini mempunyai kaitan dengan sektor hulu karena:
• dapat menghidupkan usaha penyediaan bahan baku lokal untuk pembuatan karamba dan fence serta peralatan perikanan
• memanfaatkan limbah produk ikan olahan dan hasil sampingan industri kecil pengolahan hasil pertanian sebagai bahan baku untuk pakan ikan
• menghidupkan usaha produksi dan jasa penyediaan benih dan saprokan lainnya.
Sedangkan di sektor hilir usaha ini dapat menghidupkan kegiatan ekonomi yang mencakup usaha sektor pedagangan ikan, usaha rumah makan/restoran, usaha transportasi dan pelayanan kredit perbankan. Sektor usaha budidaya ikan patin juga memberikan sumbangan bagi pemerintah daerah berupa Pajak Bumi dan Bangunan.








V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pemeliharaan ikan patin ini maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Jumlah ikan patin yang ditebar sebanyak 10 ekor dan ikan yang mati selama pemeliharaan sebanyak tiga ekor, jadi survival rate ikan nila tersebut adalah 30%.
2. Setelah melakukan pemeliharaan, diketahui bahwa pengaruh pakan alami terhadap pertumbuhan ikan patin cukup besar, pertambahan berat badan dari ikan patin hampir mencapai 0,5 gram per minggu.
3. Jumlah DO rata-rata adalah 7,9 , jumlah suhu rata-rata adalah 28 C ,dan pH rata-rata adalah 6,8.
4. Ikan patin merupakan salah satu omnivore atau yang memakan tumbuhan dan hewan.
5. Ciri-ciri ikan patin terserang jamur adalah adanya luka pada bagian tubuh terutama ditutup insang, sirip dan bagian punggung.
6. Bakteri yang paling sering menyerang ikan patin adalah Aeromonas sp dan Psaeudomonas sp.

B. Saran
Seluruh fasilitas seperti aerator, akuarium, pH meter, kertas lakmus dan lain-lain di laboratorium hendaknya dilengkapi beserta bahan praktikum agar praktikan tidak kesulitan dalam melaksanakan praktikum dan sebaiknya laboratorium dirapikan dan dibersihkan agar praktikan lebih nyaman dalam melaksanakan praktikum. Sebaiknya di laboratorium juga dibuat jadwal piket untuk setiap kelompok, supaya keadaan lab selalu bersih.
Dalam melakukan pemeliharaan ikan patin, sebaiknya wadah dan kualitas air yang digunakan haruslah bagus dan bersih. Terutama air yang digunakan sebaiknya air aeratornya di atur sesuai dengan habitat asli dari ikan patin, supaya pertubuhan ikan lebih cepat dan ikan tidak mudah stress. Pakan yang diberikan dalam pemeliharaan juga harus sesuai dengan pakan yang biasa dimakan ikan patin, yaitu berupa pellet terapung.























PERHITUNGAN

1. Pertambahan Berat
Pertambahan Berat =
= 1,8 gr – 5,98 gr
= 0,94 gram

2. Pertambahan Panjang
Pertambahan Panjang = Pt – Po
= 6,3 cm – 3,72 cm
= 2,58 cm

3. Pertambahan Berat Nisbi
Pertambahan Berat Nisbi =
=
= 1,093 gr

4. Bertambahan Panjang Nisbi
Pertambahan Panjang Nisbi =
=
= 0,694 cm

6. Survival Rate (SR)
Survival Rate =
=
= 10%
7. Feed Convertion Ratio (FCR)
Feed Convertion Ratio =
=
= 1,7
Jadi untuk menaikkan 1 kg berat ikan dibutuhkan pakan dengan jumlah 1,7 kg.

laporan akhir dastek

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara kita merupakan negara perairan yang terdiri dari perairan laut dan perairan darat (tawar) yang kaya akan sumberdaya ikan yang sangat potensial jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Perikanan air tawar di Indonesia meliputi perikanan di kolam-kolam, di sawah-sawah, di danau-danau, di rawa-rawa dan di daerah sungai-sungai. Perikanan yang dibudidayakan di kolam-kolam diusahakan kolam yang terjamin pengairannya dan subur keadaan tanahnya. Air yang digunakan jangan sekali-sekali mengandung zat yang dapat mengganggu ikan, misalnya belerang (sulfur), terlalu banyak kapur, macam-macam limbah dari pabrik dan lain-lain. Limbah dari pabrik-pabrik tersebut merupakan racun bagi ikan dan ini dapat merusak kelangsungan hidup ikan (Rismunandar, 1986).
Untuk perikanan di daerah sawah-sawah, yang harus diperhatikan adalah pemeliharaan ikan yang tepat sehingga tidak menggangu populasi tanaman padi yang ada di dalam petakan sawah tersebut. Perikanan di daerah danau dapat dilakukan sama dengan perikanan di kolam, karena asumsi masyarakat setempat danau merupakan kolam yang besar. Karena biasanya di danau itu terdapat banyak tumbuh-tumbuhan, maka ikan tawes, nilem, mujair, gurami, sepat siam, merupakan macam-macam ikan yang baik untuk ditempatkan di danau-danau tersebut. Sementara perikanan di rawa, ikan yang ada biasanya adalah ikan-ikan yang hidup di sungai. Dan ikan-ikan yang terdapat di sungai itu pun oleh masyarakat alat penangkapannya saja yang disempurnakan, sehingga dari persediaan yang sangat banyak itu dapat pula dihasilkan ikan yang banyak pula (Rismunandar, 1986).
Ada sekitar 106 jenis ikan kucing atau ikan berkumis (catfish) di Indonesia yang potensial untuk dibudidayakan. Namun yang popular dibudidayakan hanya sedikit, salah satunya adalah ikan lele lokal atau Clarias batrachus. Ikan lele merupakan salah satu konsumsi penting di Indonesia. Perkembangan budidaya lele baru dilakukan pada tahun 1975 di Blitar, Jawa Timur (Kordi, 2004).
Ikan lele memiliki sifat unggul sehingga layak dipilih untuk menjadi ikan budidaya. Lele dapat mencapai ukuran 1 kg per ekor. Lele juga mudah beradaptasi pada berbagai perairan tawar serta tahan terhadap serangan penyakit khususnya bakteri Aeromonas. Apalagi untuk membudidayakan ikan ini masih tersedia masih cukup lahan, seperti sungai, danau, waduk dan rawa-rawa serta badan air lainnya (Kordi, 2004).
Biasanya, harga ikan lele hidup lebih mahal dibandingkan harga ikan lele yang sudah mati. Oleh karena itu, pemanenan dan penanganan harus hati-hati. Ikan yang baru dipanen dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air segar. Selanjutnya ikan-ikan yang hendak diangkut harus menggunakan wadah yang memenuhi syarat agar ikan tetap hidup, misalnya dengan kantong plastik
(Kordi, 2004).
Pengolahan hasil merupakan cara lain untuk menghilangkan bau lumpur pada ikan lele. Pengolahan hasil dikelompokkan dalam pengolahan untuk dimakan langsung dan pengawetan (Moelyanto, 1992).

B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum pengamatan Kemunduran Mutu Ikan ini adalah sebagai berikut :
1. Memperoleh pengetahuan secara langsung ciri-ciri kemunduran mutu pada ikan
2. Memperoleh data lamanya proses kemunduran mutu berbagai jenis ikan air tawar


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistematika
Adapun sistematika dari ikan-ikan yang akan digunakan dalam praktikum Pengamatan Kemunduran Mutu Ikan ini adalah sebagai berikut :
1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Menurut Saanin (1992) sistematika dari ikan nila adalah sebagai berikut :
kerajaan : Animalia
filum : Chordata
kelas : Osteichtyes
ordo : Perciformes
famili : Cichlidae
genus : Oreochromis
species : Oreochromis niloticus
Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini diintroduksi dari Afrika tepatnya Afrika bagian timur yaitu di sungai Nil (Mesir), Danau Tangayika, Chad, Nigeria, dan Kenya pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar di Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. Genus Oreochromis merupakan genus ikan yang beradaptasi tinggi dan mempunyai toleransi terhadap kualitas air dengan kisaran yang lebar. Genus ini dapat hidup dalam kondisi lingkungan yang ekstrim sekalipun karena sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat yang ikan air tawar dari jenis lain tidak dapat hidup. Ciri ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah garis vertikal yang berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah, di sirip punggung (dorsal), sirip dubur (anal), berpunggung tinggi dan rendah. Ikan nila yang masih kecil belum tampak perbedaan alat kelaminnya. Setelah berat badannya mencapai 50 gram, dapat diketahui perbedaaan antara jantan dan betina. Untuk membedakan antara ikan jantan dan betina dapat dilakukan dengan mengamati seksama lubang genitalnya (kelamin sekunder). Pada ikan jantan, warna tubuhnya lebih gelap, tulang rahang melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh, terdapat lubang anus dan satu lubang genital yang berupa tonjolan agak kecil meruncing sebagai saluran pengeluaran air kencing dan sperma. Rasio jumlah ikan jantan dan betina ideal adalah 3:1, yaitu jumlah ikan betina lebih banyak daripada ikan jantan. Padat penebaran disesuaikan dengan wadah atau kolam budidayanya. Bila ikan nila dipelihara dalam kepadatan populasi yang tinggi, pertumbuhannya kurang pesat. Kualitas air yang kurang baik akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat (Annonim, 2010).
2. Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Menurut Saanin (1992) sistematika dari ikan mas adalah sebagai berikut :
phyllum : Chordata
Subphyllum : Vertebrata
superclass : Pisces
class : Osteichthyes
subclass : Actinopterygii
ordo : Cypriniformes
subordo : Cyprinoidea
family : Cyprinidae
subfamily : Cyprininae
genus : Cyprinus
species : Cyprinus carpio
Ikan mas memiliki tubuh memanjang dan agak pipih ke samping. Ukuran dan warna badan sangat beragam. Seluruh tubuhnya ditutupi sisik yang bersifat sikloid, mulut terletak di ujung dan dapat disembulkan. Pada bagian mulut terdapat sepasang sungut. Sirip punggung panjang dengan bagian belakang berjari-jari keras. Ikan mas merupakan ikan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, dagingnya banyak disukai orang, mudah berkembang biak, dan mudah beradaptasi. Ikan mas merupakan ikan yang mudah dipijahkan, dapat memanfaatkan makanan buatan, relatif tahan terhadap penyakit, pertumbuhannya cepat dan mempunyai toleransi yang besar terhadap kisaran suhu dan terhadap oksigen terlarut (Amri, 2008).
3. Ikan Patin (Pangasius pangasius)
Menurut Saanin (1992) sistematika dari ikan patin adalah sebagai berikut :
phyllum : Chordata
subphyllum : Vertebrata
class : Pisces
ordo : Ostarioplaysi
subordo : Siluriodea
famili : Pangasidae
genus : Pangasius
spesies : Pangasius pangasius
Budidaya ikan patin (Pangasius hypopthalmus) mulai berkembang pada tahun 1985. Tidak seperti ikan mas dan ikan nila, pembenihan patin siam agak sulit. Karena ikan ini tidak bisa memijah secara alami. Pemijahan patin siam hanya bisa dilakukan secara buatan atau lebih dikenal dengan istilah kawin suntik (induce breeding) (Amri, 2008) .
Di setiap tempat, nama patin berbeda-beda. Di Vietnam, patin siam disebut Ca Tre Yu, di Kamboja disebut Trey Pra. Dalam Bahasa Inggris, Patin Siam disebut Catfish, River Catfish, atau Striped Catfish. Sedangkan di Indonesia, selain dinamakan ikan patin disebut juga jambal siam, atau lele bangkok (Jawa), dan ikan juara (Sumatra dan Kalimantan) (Anonim, 2010).
4. Ikan Sardin (Sardinella sirm)
Menurut Saanin (1992) sistematika dari ikan sardin adalah sebagai berikut :
kingdom : Animalia
filum : Chordata
sub-Filum : Vertebrata
kelas : Pisces
ordo : Malacopterygii
family : Cluipeidae
genus : Sardinella
species : Sardinella sirm
Ikan sardin tersebar diseluruh perairan Indonesia melebar sampai ke utara sampai Oknawa dan ke selatan sampai ujung utara Australia ke barat samapai ke Afrika Timur. Ikan sardin betina memiliki ciri bentuk badan memanjang perut bulat dengan sisik duri 12-18 buah. Sirip perut sedikit menonjol dari pertengahan lebih dekat kearah moncong. Sirip punggung berjari-jari lemah 15-18 sedangkan sirip belakang 18-20, terdapat sisik tambahan pada sirip perutnya. Lapisan insang halus berjumlah 36-42 buah. Hidup di perairan pantai lepas dan pemakan plankton halus. Warna badan ikan sardin bagian atas berwarna biru kehijauan, bagian bawah berwarna putih perak, totol gelap pada bagian atas badan, siripnya abu-abu kekuningan, sirip ekor kehitaman sedikit kotor (Amri, 2008).
5. Ikan Kembung (Rastrelliger sp)
Menurut Saanin (1992) sistematika dari ikan kembung adalah sebagai berikut:
filum : Chordata
sub Filum : Vertebrata
kelas : Actinopterygii
ordo : Percomorphi
family : Scombridae
genus : Rastrelliger
species : Rastrelliger sp
Ikan kembung memiliki bentuk badan seperti anak ikan cakalang, tetapi bukan termasuk kedalam ikan cakalang. Panjang tubuhnya antara 15-40 cm dengan berat antara 300 gr sampai 1 kg/ekor. Ikan kembung ini tidak begitu langsing, bentuknya pendek, gepeng dan agak lebar. Lapisan insang halusnya berukuran kira-kira 29-34 cm yang terdapat pada bagian bawah insang pertama. Ususnya sangat panjang sekitar 3,4 kali panjang badannya. Ikan ini merupakan ikan pemakan plankton. Ikan kemnbung berwarna putih agak keperak-perakan pada bagian atasnya dan pada bagian bawahnya berarna putih. Terdapat seperti bintik-bintik hitam pada bagian punggungnya. Sirip pada punggung bagian bawahnya berwarna kuning keabuan dengan pinggiran gelap (Amri, 2008).
6. Ikan Tongkol (Auxis thazard)
Menurut Saanin (1992) sistematika dari ikan tongkol adalah sebagai berikut :
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Pisces
ordo : Percobriformes
sub ordo : Scombroidae
famili : Scombroidae
genus : Auxis
spesies : Auxis thazard
Ikan tongkol (Auxis thazard) tergolong ikan pelagis. Ikan ini mempunyai bentuk badan memanjang kaku, bulat, terdapat dua sirip punggung. Sirip pertama terdiri atas 10 jari-jari dan sirip yang kedua 11 jari-jari dan pada sirip anal terdapat 14 jari-jari. Badan ikan tongkol tidak terdapat sisik kecuali pada bagian korselet yang tumbuh sempurna dan mengecil pada bagian belakang. Ikan tongkol termasuk ikan buas dan predator, hidup di daerah pantai dan lepas pantai dan bergerombol besar. Ikan tongkol memakan ikan kecil-kecil dan cumi-cumi. Ikan ini dapat mencapai ukuran panjang 50 cm, namun pada umumnya panjangnya hanya berkisar antara 25-40 cm. Daerah penyebarannya diseluruh wilayah pantai dan lepas pantai perairan Indonesia (Amri, 2008).

B. Kemunduran Mutu Ikan
Komoditas pangan secara umum mempunyai sifat mudah mengalami kerusakan (perisable). Demikian juga dengan ikan, ikan secara alami mengandung komponen gizi seperti lemak, protein, karbohidrat dan air yang sangat disukai oleh mikroba perusak sehingga ikan sangat mudah mengalami kerusakan bila disimpan pada suhu kamar (Anonim, 2010).
1. Proses Penurunan Mutu
Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati ikan akan segera mengalami kemunduran mutu. Segera setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri ( Anonim, 2010).
Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor), rupa (appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya oksidasi lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara mengoksida lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik (rancid) ( Anonim, 2010).
Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya kerusakan komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimia. Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih sederhana. Kondisi ini lebih disukai bakteri sehingga memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan
( Anonim, 2010).
Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat kompleks. Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu dihindarkan terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan ( Anonim, 2010).
2. Perubahan-Perubahan Ikan Setelah Ikan Mati
Adapun perubahan setelah ikan mati yaitu sebagai berikut :
a. Hyperaemia
Hyperaemia merupakan proses terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjar yang ada di dalam kulit. Proses selanjutnya membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir, akibat dari reaksi khas suatu organisme. Lendir tersebut terdiri dari gluko protein dan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri ( Anonim, 2010).
b. Rigormortis
Seperti terjadi pada daging sapi dan daging hewan lainnya, fase ini ditandai oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Kekejangan ini disebabkan alat-alat yang terdapat dalam tubuh ikan yang berkontraksi akibat adanya reaksi kimia yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh enzim. Dalam keadaan seperti ini, ikan masih dikatakan sebagai segar (Anonim, 2010).
c. Autolysis
Fase ini terjadi setelah terjadinya fase rigor mortis. Pada fase ini ditandai ikan menjadi lemas kembali. Lembeknya daging Ikan disebabkan aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri (Anonim, 2010).
d. Bacterial decomposition (dekomposisi oleh bakteri)
Pada fase ini bakteri terdapat dalam jumlah yang banyak sekali, sebagai akibat fase sebelumnya. Aksi bakteri ini mula-mula hampir bersamaan dengan autolysis, dan kemudian berjalan sejajar.Bakteri menyebabkan ikan lebih rusak lagi, bila dibandingkan dengan autolisis (Anonim, 2010).
Bakteri adalah jasad renik yang sangat kecil sekali, hanya dapat dilihat dengan mikroskop yang sangat kuat dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Jenis-jenis bakteri tersebut adalah: Pseudomonas, Proteus achromobacter, Terratia, dan Elostridium (Anonim, 2010).
Selama ikan masih dalam keadaan segar, bakteri-bakteri tersebut tidak mengganggu. Akan tetapi jika ikan mati, suhu badan ikan menjadi naik, mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut segera menyerang. Segera terjadi pengrusakan jaringan-jaringan tubuh ikan, sehingga lama kelamaan akan terjadi perubahan komposisi daging. Mengakibatkan ikan menjadi busuk. Bagian-bagian tubuh ikan yang sering menjadi terget serangan bakteri adalah (Anonim, 2010) :
1) Seluruh permukaan tubuh,
2) Isi perut,
3) Insang.
Beberapa hal yang menyebabkan ikan mudah diserang oleh bakteri adalah sebagai berikut:
1) Ikan segar dan kerang-kerangan mengandung lebih banyak cairan dan sedikit lemak, jika dibanding dengan jenis daging lainnya. Akibatnya bakteri lebih mudah berkembang biak.
2) Struktur daging ikan dan kerang-kerangan tidak begitu sempurna susunannya, dibandingkan jenis daging lainnya. Kondisi ini memudahkan terjadinya penguraian bakteri.
3) Sesudah terjadi peristiwa rigor, ikan segar dan kerang-kerangan mudah bersifat alkaline/basa. Kondisi Ini memberikan lingkungan yang sesuai bagi bakteri untuk berkembang biak.
3. Penurunan mutu ikan oleh pengaruh fisik
Penurunan mutu ikan juga dapat terjadi oleh pengaruh fisik. Misal kerusakan oleh alat tangkap waktu ikan berada di dek, di atas kapal dan selama ikan disimpan di palka. Kerusakan yang dialami ikan secara fisik ini disebabkan karena penanganan yang kurang baik. Sehingga menyebabkan luka-luka pada badan ikan dan ikan menjadi lembek (Anonim, 2010).
Hal-hal ini dapat disebabkan karena:
a. Ikan berada dalam jaring terlalu lama, misal dalam jaring trawl, penarikan trawl terlalu lama. Kondisi ini dapat menyebabkan kepala atau ekor menjadi luka atau patah.
b. Pemakian ganco atau sekop terlalu kasar, sehingga melukai badan ikan dan ikan dapat mengalami pendarahan.
c. Penyimpanan dalam palka terlalu lama.
d. Penanganan yang ceroboh sewaktu penyiangan, mengambil ikan dari jaring, sewaktu memasukkan ikan dalam palka, dan membongkar ikan dari palka.
e. Daging ikan juga akan lebih cepat menjadi lembek, bila kena sinar matahari.
1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Mutu Ikan
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi penurunan mutu ikan yaitu :
a. Cara Penangkapan
Ikan yang ditangkap dengan alat trawl, pole, line, dan sebaginya akan lebih baik keadaannya bila dibandingkan dengan yang ditangkap menggunakan ill-net dan long-line. Hal ini dikarenakan pada alat-alat yang pertama, ikan yang tertangkap segera ditarik di atas dek, sedangkan pada alat-alat yang kedua ikan yang tertangkap dan mati dibiarkan terendam agak lama di dalam air. Kondisi ini menyebabkan keadaan ikan sudah tidak segar sewaktu dinaikkan ke atas dek (Anonim, 2010).
b. Reaksi Ikan Menghadapi Kematian
Ikan yang dalam hidupnya bergerak cepat, contoh tongkol, tenggiri, cucut, dan lain-lain, biasanya meronta keras bila terkena alat tangkap. Akibatnya banyak kehilangan tenaga, cepat mati, rigor mortis cepat terjadi dan cepat pula berakhir. Kondisi ini menyebabkan ikan cepat membusuk (Anonim, 2010).
Berbeda dengan ikan bawal, ikan jenis ini tidak banyak memberi reaksi terhadap alat tangkap, bahkan kadang-kadang ia masih hidup ketika dinaikkan ke atas dek. Jadi masih mempunyai banyak simpanan tenaga. Akibatnya ikan lama memasuki rigor mortis dan lama pula dalam kondisi ini. Hal ini menyebabkan pembusukan berlangsung lambat (Anonim, 2010).
c. Jenis dan Ukuran Ikan
Kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis ikan, karena perbedaan komposisi kimia ikan. Ikan-ikan yang kecil membusuk lebih cepat dari pada ikan yang lebih besar (Anonim, 2010).
d. Keadaan Fisik Sebelum Mati
Ikan dengan kondisi fisik lemah, misal ikan yang sakit, lapar atau habis bertelur lebih cepat membusuk (Anonim, 2010).
e. Keadaan Cuaca
Keadaan udara yang panas berawan atau hujan, laut yang banyak bergelombang, mempercepat pembusukan (Anonim, 2010).
III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat
Praktikum Pengamatan Kemunduran Mutu Ikan ini dilaksanakan pada tanggal 7 April 2010 pukul 14.30 s/d 16.00 WIB di Laboraturium Teknologi Hasil Perikanan, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya.

B. Alat dan Bahan
Adapun Alat dan Bahan yang digunakan dalam praktikum Pengamatan Kemunduran Mutu Ikan adalah sebagai berikut :
1. Bahan
Pada Praktikum ini digunakan 3 ekor ikan sebagai sampel percobaan sehingga dapat digunakan sebagai pembanding. Adapun ada jenis ikan yang digunakan adalah sebagai berikut Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Ikan Mas (Cyprinus carpio), Ikan Patin (Pangasius pangasius), Ikan sardine (Sardinella sirm), Ikan Kembung (Rastrelliger sp) dan Ikan Tongkol (Auxis thazard)
2. Alat
Adapun Alat yang digunakan dalam praktikum Pengamatan Kemunduran Mutu ikan ini adalah Baskom, Kater dan Plastik Meja Makan.

C. Cara Kerja
Adapun Alat yang digunakan dalam praktikum Pengamatan Kemunduran Mutu ikan ini adalah sebagai berikut :
1. Ikan di amati kondisi fisiknya mulai dari mata, ingsang tekstur daging, keadaan kulit, dan lender, keadaan perut dan sayatan daging serta bau.
2. Data yang di peroleh di masukkan dalam tabel.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Setelah melasanakan praktikum Pengamatan Kemunduran Mutu Ikan ini diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Praktikum Pengamatan Kemunduran Mutu Ikan
Kelompok No Sampel Ikan segar Ikan busuk Keterangan
I. Ikan Nila
(Oreochormis niloticus)
1  Mata bening, insang merah, lendir sedikit, daging & masih menempel serta baunya segar
2  Mata bening, insang merah, lendir sedikit, daging & masih menempel serta baunya segar
3  Mata cekung, insang kecoklatan, daging tak elastik, lendir banyak, daging tidak menempel lag pada tulang.
II. Ikan Mas
(Cyprinus carpio) 1  Enam bagian ikan menunjukkan segar kecuali insang berwarna coklat
2  Enam bagian ikan menunjukkan segar kecuali insang berwarna coklat
3  Mata, insang, daging termasuk katagori busuk.
III. Ikan Patin
(Pangasius pangasius) 1  Enam bagian ikan menunjukkan segar kecuali insang
2  Enam bagian ikan menunjukkan segar kecuali insang
3  Enam bagian ikan menunjukkan segar kecuali insang dan mata
IV. Ikan Sardine
(Sardinella sirm) 1  Enam bagian ikan menunjukkan busuk
2  Enam bagian ikan menunjukkan busuk
3  Enam bagian ikan menunjukkan busuk
V. Ikan Kembung
(Rastrelliger sp)
1  Enam bagian ikan menunjukkan busuk
2  Enam bagian ikan menunjukkan busuk
3  Enam bagian ikan menunjukkan busuk
VI. Ikan Tongkol
(Auxis thazard)
1  Mata bening, insang merah, lendir sedikit, daging & masih menempel serta baunya segar
2  Mata cekung, insang kecoklatan, daging tak elastik, lendir banyak, daging tidak menempel lag pada tulang.
3  Mata bening, insang merah, lendir sedikit, daging & masih menempel serta baunya segar


B. Pembahasan
Dari hasil pengamatan atau praktikum yang kami lakukan masih perbandingan ikan yang termasuk ikan segar dan ikan yang busuk itu sama yakni sama sama sembilan ekor. Pada kelompok 1, 2, dan 6 ikan yang segarnya masing masing ada dua ekor. Sedangkan pada kelompok 4 dan 5 semuanya ikan tampak busuk. Sedangkan ikan yang terdapat pada kelompok 3 itu semuanya masih dalam keadaan segar. Ikan yang kami lakukan pengamatan itu dengan melihat tampak terluar terlebih dahulu. Apabila tampak luar masih dalam keadaan baik maka ikan dapat dikatakan ikan tersebut masih dalam keadaan segar. Akan tetapi apabila tampak luar dari ikan telah mengalami proses pembusukan, maka ikan tersebut tidak lagi dapat dikatakan ikan segar.
Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan bahan makanan lain. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu perubahan yaitu dari sifat-sifatnya, bau (odour), cita rasa (flavour), wujud atau rupa (apperance), dan tekstur (texture) daging ikan yang sudah dilakukan pengolahan. Adapun faktor yang mempengaruhi pembusukkan ikan, yaitu Faktor internal, yaitu faktor bilogis seperti jenis dan ukuran ikan, kematangan seks, tingkat kekenyalan, kandungan lemak dan kelainan pada daging ikan.sedangkan faktor eksternal, yang terdiri dari penangkapan, lingkungan, sanitasi dan higiene dan cara penanganan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Ikan merupakan perishable food atau bahan makanan yang mudah mengalami proses pembusukan atau kemunduran mutu.
2. Tahap-tahap kemunduran jenis mutu ikan memiliki rentang waktu yang berbeda untuk setiap tahap fase kemunduran mutu atau pembusukan.
3. Tahapan kemuduran mutu ikamengalami 3 tahapan, yaitu prerigormortis, rigormortis, dan pascarigormortis.
4. Untuk mengatasi kemunduran mutu ikan diperlukan penanganan yang baik yaitu dengan cara pengawetan dan pengolahan.
5. Pengawetan bertujuan untuk mencegah pembusukan dan mengurangi jumlah kandungan air yang terdapat pada daging ikan yang merupakan tempat berkembangnya aktivitas mikroba.


f. Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya pelaksanaan praktikum harus lebih tenang agar praktikan dapat mengikuti praktikum dengan lebih baik sehingga praktikan dapat benar-benar memahami apa yang dilaksanakan pada saat praktikum.



I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara kita merupakan negara perairan yang terdiri dari perairan laut dan perairan darat (tawar) yang kaya akan sumberdaya ikan yang sangat potensial jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Ikan banyak mengandung protein, lemak, vitamin, dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Selain itu ikan juga memiliki nilai gizi yang sangat tinggi dan dapat digunakan sebagai pengganti daging ternak, namun ikan juga termasuk bahan pangan yang mudah sekali busuk apabila tidak mendapatkan penanganan (Bahar, 2006).
Ikan bersifat perishable food atau mudah mengalami proses pembusukan atau kemunduran mutu. Ikan cepat mengalami pembusukan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu karena tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80 %) dan pH mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme lain, daging ikan mengandung sedikit sekali jaringan pengikat atau tendon, sehingga mudah dicerna oleh enzim autolysis, daging ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, yang mudah mengalami proses oksidasi (Dirjen Perikanan Tangkap, 2004).
Salah satu kelemahan ikan sebagai bahan makanan ialah sifatnya yang mudah busuk setelah ditangkap dan mati. Oleh karena itu, ikan perlu ditangani dengan baik agar tetap dalam kondisi yang layak dikonsumsi oleh konsumen. Setelah dilakukan penanganan awal berupa sortasi, grading dan pembersihan, maka penanganan selanjutnya antara lain pendinginan, pembekuan, penggaraman, pengeringan dan lain sebagainya (Sugianto, 1986).
Teknik pengawetan yaitu pendinginan, pembekuan, penggaraman dan pengeringan. Pada proses pengawetan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Ikan yang digarami dan dikeringkan menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab kebusukan. Selain itu dengan dilakukannnya pengeringan kadar air dalam ikan yang menjadi faktor dasar pertumbuhan bakteri semakin kecil sehingga proses pengawetan dapat lebh sempurna (Bahar, 2006).
Metode pengawetan dengan cara penggaraman merupakan metode pengawetan yang sederhana dan ekonomis, hal ini karena media utama yang menjadi bahan dasar dari dalam pelaksanaan hanya memerlukan garam dan proses pengeringannya yang masih tradisional hanya dengan bantuan sinar matahari saja. Oleh karena itu dilapisan masyarakat sebagian besar metode pengawetan yang dilakukan adalah penggaraman dan pengeringan (Budiman, 2004).
Konsumen dari prodak penggaraman sebagian besar dari kalangan menengah kebawah terutama jenis ikan asin. Hal ini dikarenakan harga yang relatif lebih murah yang disebabkan faktor pelaksanaanya yang tidak rumit, biaya produksi yang relatif rendah, dan dapat dilakukan dalam skala rumah tangga. Dari seluruh faktor-faktor tersebut yang menyebabkan resapan pasar dari prodak hasil penggaraman relatif cukup besar. Dengan demikian prospek usaha yang ditimbulkan cukup baik (Budiman, 2004).

B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan berbagai macam konsentrasi garam terhadap mutu ikan asin yang dihasilkan serta mengetahui metode penggaraman.





II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistematika
Adapun sistematika dari ikan-ikan yang akan digunakan dalam praktikum Penggaraman dan Pengeringan ini adalah sebagai berikut :
1. Ikan Sepat (Trichogaster sp)
Menurut Saanin (1984) sistematika dari ikan sepat adalah sebagai berikut :
kerajaan : Animalia

filum : Chordata

kelas : Actinopterygii

ordo : Perciformes

family : Osphronemidae

genus : Trichogaster
spesies : Trichogaster sp
Ikan rawa yang bertubuh sedang, panjang total mencapai 25 cm, namun umumnya kurang dari 20 cm. Lebar pipih, dengan mulut agak meruncing. Sirip-sirip punggung (dorsal), ekor, sirip dada dan sirip dubur berwarna gelap. Sepasang jari-jari terdepan pada sirip perut berubah menjadi alat peraba yang menyerupai cambuk atau pecut, yang memanjang hingga ke ekornya, dilengkapi oleh sepasang duri dan 2-3 jumbai pendek. Rumus sirip punggungnya: VII (jari-jari keras atau duri) dan 10–11 (jari-jari lunak) dan sirip anal IX-XI, 36–38
(Amri, 2008).
Ikan yang liar biasanya berwarna perak kusam kehitaman sampai agak kehijauan pada hampir seluruh tubuhnya. Terkadang sisi tubuh bagian belakang nampak agak terang berbelang-belang miring. Sejalur bintik besar kehitaman, yang hanya terlihat pada individu berwarna terang, terdapat di sisi tubuh mulai dari belakang mata hingga ke pangkal ekor (Amri, 2008).
2. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Menurut Saanin (1984) sistematika dari ikan nila adalah sebagai berikut :
kerajaan : Animalia

filum : Chordata

kelas : Osteichtyes

ordo : Perciformes

famili : Cichlidae

genus : Oreochromis

spesies : Oreochromis niloticus
Ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 cm. Sirip punggung (dorsal) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari (duri lunak) dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 8-11 jari-jari. Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekor bergaris-garis tegak, 7-12 buah. Tenggorokan, sirip dada, sirip perut, sirip ekor dan ujung sirip punggung dengan warna merah atau kemerahan (atau kekuningan) ketika musim berbiak. Ikan nila dilaporkan sebagai pemakan segala (omnivora), pemakan plankton, sampai pemakan aneka tumbuhan sehingga ikan ini diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air (Amri, 2008).
3. Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Menurut Saanin (1984) sistematika dari ikan mas adalah sebagai berikut :
kingdom : Animalia
filum : Chordata
subfilum : Vertebrata
kelas : Pisces
ordo : Osteichtyes
famili : Cyprinidae
genus : Cyprinus
spesies : Cyprinus carpio
Ikan mas memiliki tubuh memanjang dan agak pipih ke samping. Ukuran dan warna badan sangat beragam. Seluruh tubuhnya ditutupi sisik yang bersifat sikloid, mulut terletak di ujung dan dapat disembulkan. Pada bagian mulut terdapat sepasang sungut. Sirip punggung panjang dengan bagian belakang berjari-jari keras. Ikan mas merupakan ikan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, dagingnya banyak disukai orang, mudah berkembang biak, dan mudah beradaptasi. Ikan mas merupakan ikan yang mudah dipijahkan, dapat memanfaatkan makanan buatan, relatif tahan terhadap penyakit, pertumbuhannya cepat dan mempunyai toleransi yang besar terhadap kisaran suhu dan terhadap oksigen terlarut (Amri, 2008).
4. Ikan Patin (Pangasius pangasius)
Menurut Saanin (1984) sistematika dari ikan patin adalah sebagai berikut :
phyllum : Chordata
subphyllum : Vertebrata
class : Pisces
ordo : Ostarioplaysi
subordo : Siluriodea
famili : Pangasidae
genus : Pangasius
spesies : Pangasius pangasius
Secara morfologi ikan patin mempunyai badan memanjang dan pipih, posisi mulut terminal, dan dilengkapi dengan 4 buah sungut. Sirip punggung berduri dan dan terdapat sirip tambahan serta garis lengkung mulai dari kepala sampai pangkal sirip ekor. Bentuk sirip ikan patin agak bercagak dengan bagian tepi berwarna putih dengan garis hitam di tengah. Ikan ini mempunyai panjang maksimum 150 cm (Amri, 2008).
Bahar (2006) menyatakan bahwa ikan patin termasuk golongan ikan karnivora (pemakan hewan). Ikan ini digolongkan sebagai ikan dasar atau demersal yang bersifat nocturnal. Makanan ikan patin di alam antara lain berupa ikan-ikan kecil, detritus, serangga, udang-udangan dan moluska. Kepala ikan patin biasanya lebar dengan mulut terletak di ujung dan mata agak di bawah sudut mulut. Sirip punggung terletak agak ke depan, antara sirip punggung dan sirip ekor terdapat sirip tambahan yaitu sirip lemak. Panjang sirip dubur biasanya sepertiga dari panjang tubuh, berwarna merah dengan sirip tengah berwarna merah dan mempunyai jari-jari yang berkisar antara 34-36 buah. Jari-jari sirip perutnya sebanyak 8-9 buah (Amri, 2008).
5. Ikan Kembung (Rastrelliger sp)
Menurut Saanin (1984) sistematika dari ikan kembung adalah sebagai berikut :
kingdom : Animalia
filum : Chordata
subfilum : Vertebrata
kelas : Actinopterygii
ordo : Percomorphi
family : Scombridae
genus : Rastrelliger
species : Rastrelliger sp
Ikan kembung memiliki bentuk badan seperti anak ikan cakalang, tetapi bukan termasuk kedalam ikan cakalang. Panjang tubuhnya antara 15-40 cm dengan berat antara 300 gr sampai 1 kg/ekor. Ikan kembung ini tidak begitu langsing, bentuknya pendek, gepeng dan agak lebar. Lapisan insang halusnya berukuran kira-kira 29-34 cm yang terdapat pada bagian bawah insang pertama. Ususnya sangat panjang sekitar 3,4 kali panjang badannya. Ikan ini merupakan ikan pemakan plankton. Ikan kembung berwarna putih agak keperak-perakan pada bagian atasnya dan pada bagian bawahnya berarna putih. Terdapat seperti bintik-bintik hitam pada bagian punggungnya. Sirip pada punggung bagian bawahnya berwarna kuning keabuan dengan pinggiran gelap (Amri, 2008).
6. Ikan Lele (Clarias bathracus)
Menurut Saanin (1984) sistematika dari ikan lele adalah sebagai berikut :
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Pisces
ordo : Percobriformes
sub ordo : Siluroidae
famili : Clariidae
genus : Clarias
spesies : Clarias bathracus
Pada mulanya nama ilmiah ikan lele (Clarias bathracus) ciri-ciri ikan lele mempunyai kulit yang tidak bersisik (licin), berwarna gelap pada bagian punggung dan sisi tubuh. bila dalam keadaan stress kulitnya seperti mosaic berwarna gelap dan tolol putih (terang). Mulut lebar sehingga memakan mangsannya yang panjangnya seperempat panjang tubuh. Disekitar tubuhnya terdapat delapan buah sungut yang berfungsi sebagai peraba (Amri, 2008).

B. Penggaraman dan Pengeringan
Dalam proses pelaksanaannya, pengaram dan pengeringan dilakukan secara bertahap, didahului dengan penggaraman kemudian baru dilakukan pengeringan. Adapun tinjauan pustaka dari materi praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Penggaraman
Menurut Ruhil Fida (2007) istilah penggaraman yang lebih akrab dikenal dengan sebutan pengasinan, merupakan cara pengawetan ikan yang produknya paling gampang ditemui diseluruh pelosok Indonesia. Ada beberapa alasan yang menyebabkan teknologi penggaraman ini merupakan cara yang paling banyak dilakukan untuk mengawetkan ikan, yaitu :
a. Teknik penggaraman merupakan teknologi yang sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh semua orang
b. Teknologi yang menggunakan garam ini merupakan cara pengawetan paling murah
c. Hasil olahan yang dikombinasikan dengan cara pengeringan mempunyai daya tahan lama, sehingga dapat disimpan atau didistribusikan ke daerah yang jauh tanpa memerlukan perlakukan khusus
d. Produk ikan asin harganya murah, sehingga dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Menurut Ruhil Fida (2007) secara umum pengertian penggaraman adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengawetkan produk hasil perikanan dengan menggunakan garam. Garam yang digunakan adalah jenis garam dapur (NaCl), baik berupa kristal maupun larutan. Mekanisme pengawetan ikan melalui proses penggaraman adalah sebagai berikut :
a. Garam menyerap air dari dalam tubuh ikan melalui proses osmosa. Akibatnya kandungan air dalam tubuh ikan yang menjadi media hidup bakteri menjadi berkurang. Kekurangan air dilingkungan tempat bakteri hidup mengakibatkan proses metabolisme dalam tubuh bakteri menjadi terganggu. Dengan demikian proses kemunduran mutu ikan oleh bakteri dapat dihambat atau dihentikan.
b. Selain menyerap kandungan air dari tubuh ikan, garam juga menyerap air dari dalam tubuh bakteri sehingga bekteri akan mengalami plasmolisis (pemisahan inti plasma) sehingga bakteri akan mati.
Teknologi penggaraman biasanya tidak digunakan sebagai metode pengawetan tunggal, biasanya masih dilanjutkan dengan proses pengawetan lain seperti pengeringan ataupun dengan perebusan. Sehingga kita bias menjumpai tiga macam produk ikan asin, yaitu : ikan asin basah, ikan asin kering dan ikan asin rebus (Budiman, 2004).
Pengertian penggaraman adalah suatu rangkaian proses pengawetan ikan dengan cara mencampurkan garam dengan ikan baik dalam bentuk kristal maupun larutan garam. Garam yang dicampurkan dengan ikan akan menyerap kandungan air dalam tubuh ikan sehingga kegiatan metabolsme bakteri didalam tubuh ikan akan dapat dihambat atau dihentikan.
Untuk menghasilkan produk penggaraman yang baik maka harus memperhatikan hal-hal sebagai , pemilihan bahan baku, garam, wadah/alat/tempat yang digunakan, serta memprhatikan aspek sanitasi dan higiene. Tahapan proses penggaraman terdiri dari, persiapan peralatan, pemilihan bahan baku, penyortiran, penyiangan, pencucian, penirisan, dan penggaraman. Metode penggaraman dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu dry salting (penggaraman kering), wet salting (penggaraman basah) dan kench salting (penggaraman kering tanpa wadah).
Menurut Muhammad Syarif Budiman (2004) kecepatan proses penyerapan garam kedalan tubuh ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :
a. Kesegaran tubuh ikan. Semakin segar ikan, maka proses penyerapan garam kedalam tubuh ikan akan semakin lambat.
b. Kandungan lemak. Lemak akan menghalangi masuknya garam kedalam tubuh ikan, sehingga ikan yang kandungan lemaknya tinggi akan mengalami penyerapan garam yang lambat.
c. Ketebalan daging ikan. Semakin tebal daging ikan maka proses penggaraman semakin lambat.
d. Kehalusan kristal garam. Garam yang halus akan lebih cepat larut dan meresap kedalam tubuh ikan. Tetapi penyerapan yang terlalu cepat akan mengakibatkan permukaan daging cepat mengeras (Salt burn) dan ini akan menghambat keluarnya kandungan air dari bagian dalam tubuh ikan.
e. Suhu. Semakin tinggi suhu larutan, maka viskositas larutan garam semakin kecil sehingga proses penyerapan akan semakin mudah.
Menurut Muhammad Syarif Budiman (2004) pada dasarnya, metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu penggaraman kering (dry salting), penggraman basah (wet salting) dan kench salting. Namun selain itu terkadang dilakukan metode penggaraman campuran.
a. Penggaraman Kering (dry salting)
Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampurkan dengan ikan. Pada umumnya, ikan yang berukuran besar dibuang isi perut dan badannya dibelah dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkan didalam wadah yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demi selapis dengan setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan paling bawah wadah merupakan lapisan garam. Garam yang digunakan pada proses penggaraman umumnya berjumlah 10 %-35 % dari berat ikan yang digarami (Fida, 2007).
Pada waktu ikan bersentuhan dengan kulit atau daging ikan (yang basah/berair), garam itu mula-mula akan membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian akan meresap kedalam daging ikan melalui proses osmosa. Jadi, kristal garam tidak langsung menyerap air, tetapi terlebih dahulu berubah jadi larutan. Semakin lama larutan akan semakin banyak dan ini berarti kandungan air dalam tubuh ikan semakin berkurang (Fida, 2007).
b. Penggaraman Basah (wet salting)
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30-35 % (dalam 1 liter air terdapat 30–35 gram garam). Ikan yang akan digarami dimasukkan kedalam larutan garam tersebut, kemudian bagian atas wadah ditutup dan diberi pemberat agar semua ikan terendam. Lama waktu perendaman tergantung pada ukuran ketebalan tubuh ikan dan derajat keasinan yang diinginkan (Fida, 2007).
Dalam proses osmosa, kepekatan larutan garam akan semakin berkurang karena adanya kandungan air yang keluar dari tubuh ikan, sementara itu molekul garam masuk kedalam tubuh ikan. Proses osmosa akan berhenti apabila kepekatan larutan diluar dan didalam tubuh ikan sudah seimbang (Fida, 2007).
c. Kench Salting
Pada dasarnya, teknik penggaraman ini sama dengan pengaraman kering (dry salting) tetapi tidak mengunakan bak atau wadah penyimpanan. Ikan dicampur dengan garam dan dibiarkan diatas lantai atau geladak kapal, larutan air yang terbentuk dibiarkan mengalir dan terbuang. Kelemahan dari cara ini adalah memerlukan jumlah garam yang lebih banyak dan proses penggaraman berlangsung sangat lambat (Fida, 2007).
d. Campuran
Merupakan metode penggaraman yang dilakukan dengan cara penggabungkan penggaraman kering (dry salting) dan Penggaraman Basah (wet salting). Pelaksanaanya dengan cara melakukan penggaraman kering dahulu kemudian baru disusul oleh penggaraman basah. Secara tehnis cara ini sangat efektif dalam proses inokulasi garam. Namun dari segi ekonomis merugikan karena kebutuhan garam yang dibutuhkan secara otomatis akan bertambah.
2. Pengeringan
Pengeringan merupakan metode pengawetan produk yang pertama dilakukan oleh manusia. Selama proses pengeringan, ikan akan mengalami pengurangan kadar air yang mengakibatkan proses metabolisme bakteri pembusuk dalam tubuh ikan menjadi terganggu. Sehingga proses kemunduran mutu ikan dapat dihambat atau dihentikan. Tahapan proses pengeringan terdiri dari : pengangkatan ikan dari wadah penggaraman, pencucian, pengeringan, peyortiran dan pengemasan (Budiman, 2004).
Peralatan yang diperlukan selama proses pengeringan terdiri dari wadah pencucian, para-para (untuk pengeringan alami), ruang pengeringan (untuk pengeringan mekanis), kardus pengepakan. Ada dua metode pengeringan yang bias dilakukan yaitu : Pengeringan alami dan pengeringan mekanis. Keuntungan pengeringan alami antara lain adalah tidak memerlukan peralatan dan keterampilan khusus tetapi memiliki kelemahan yaitu membutuhkan tempat yang luas serta waktu pengeringan (suhu) sulit dikendalikan. Keuntungan pengeringan mekanis antara lain : waktu pengeringan (suhu) dapat dikendalikan dan tidak memerlukan tempat yang luas. Kelemahan pengeringan mekanis antara lain membutuhkan sarana dan keterampilan khusus(Budiman, 2004).
Menurut Muhammad Syarif Budiman (2004) cara pengeringan bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu pengeringan alami dan pengeringan mekanis (buatan).
a. Pengeringan alami.
Pengeringan alami adalah proses pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan media angin dan sinar matahari. Dalam pengeringan alam, ikan dijemur diatas rak-rak yang dipasang miring (+15o) kearah datangnya angin dan diletakkan ditempat terbuka supaya terkena sinar matahari dan hembusan angin secara langsung. Keunggulan pengeringan alami adalah proses sangat sederhana, murah dan tidak memerlukan peralatan khusus sehingga gampang dilakukan oleh semua orang (Budiman, 2004).
Pada proses pengeringan ini, angin berfungsi untuk memindahkan uap air yang terlepas dari ikan, dari atas ikan ke tempat lain sehingga penguapan berlangsung lebih cepat. Tanpa adanya pergerakan udara, misalnya jika penjemuran ditempat tertutup (tanpa adanya hembusan angin), pengeringan akan berjalan lambat. Selain tiupan angin, pengeringan alami juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari pada saat penjemuran berlangsung. Makin tinggi intensitasnya maka proses pengeringan akan semakin cepat berlangsung begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, proses pengeringan alami sering terhambat pada saat musim penghujan karena intensitas cahaya matahari sangat kurang. Karena lambatnya pengeringan, proses pembusukan kemungkinan tetap berlangsung selama proses pengeringan (Budiman, 2004).
Masalah lain yang dihadapi pada pengeringan alami adalah ikan yang dijemur ditempat terbuka gampang dihinggapi serangga atau lalat. Lalat yang hinggap akan meninggalkan telur, dalam waktu 24 jam telur tersbut akan menetas dan menjadi ulat yang hidup didalam daging ikan (Budiman, 2004).
b. Pengeringan Mekanis
Karena banyaknya kesulitan yang didapat pada proses pengeringan alami terutama pada saat musim penghujan, maka manusia mencoba membuat alat baru untuk menghasilkan produk yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien. Pada pengeringan mekanis, ikan disusun diatas rak-rak penyimpanan didalam ruangan tertutup yang dilengkapi dengan beberapa lubang ventilasi. Kedalam ruangan tersebut, ditiupkan hawa panas yang dihasilkan dari elemen pemanas listrik. Hawa panas ditiupkan dengan sebuah kipas angin atau blower supaya mengalir ke arah rak-rak ikan. angin yang membawa uap air dari tubuh ikan akan keluar dari lubang-lubang ventilasi (Budiman, 2004).
Pengeringan mekanis memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut :
1). Ketinggian suhu, kelembaban dan kecepatan udara mudah diatur
2). Sanitasi dan higiene lebih mudah dikendalikan
3). Tidak memerlukan tempat yang luas
4). Waktu pengeringan menjadi lebih teratur (tidak terpengaruh oleh adanya musim hujan).
III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat
Praktikum Penggaraman dan Pengeringan ini dilaksanakan pada tanggal 14 April 2010 pukul 14.30 s/d 16.00 WIB di Laboraturium Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya.

B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Penggaraman dan Pengeringan ini adalah baskom, kater atau pisau, plastik meja makan. Sedangkan bahan pada praktikum Penggaraman dan Pengeringan ini adalah garam, air, ikan. Ikan yang digunakan pada praktikum ini adalah Ikan Sepat (Trichogaster sp), ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan mas (Cyprinus carpio), ikan patin (Pangasius pangasius), ikan lele (Clasias bathracus) dan ikan kembung (Rastrelliger sp).

C. Cara Kerja
Adapun Cara kerja yang dilaksanakan pada praktikum Penggaraman dan Pengeringan ini dibagi menjadi dua yaitu :
1. Penggaraman Kering (dry salting)
a. Belah ikan dari arah dorsal bagian depan memanjang kebagian belakang (anal) sehingga membentuk belahan seperti kupu-kupu.
b. Buang isi perut (jeroan) serta insangnya dan garami ikan tersebut sesuai dengan kelompok perlakuan yaitu 5%, 10% dan 15%. Caranya ditaburi secara merata ikan-ikan sesuai dengan kelompok perlakuan dan masukkan ke dalam baskom.
c. Kelompokkan ikan tersebut dari dalam baskom dan jemur di bawah sinar matahari dalam nampan sampai kering.



















Gambar diagram alir penggaraman kering (Dry Salting)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Setelah melaksanakan praktikum Pengamatan Kemunduran Mutu Ikan ini diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil Pengamatan Praktikum Pengamatan Kemunduran Mutu Ikan
Kelompok Nama Ikan No Sampel Berat Awal (gr) Berat Akhir (gr)
I. Ikan Nila
(Oreochormis niloticus)
1 34,2
2 -
3 -
II. Ikan Mas
(Cyprinus carpio) 1 80,1
2 -
3 -
III. Ikan Patin
(Pangasius pangasius) 1 130,0
2 -
3 -
IV. Ikan Sardine
(Sardinella sirm) 1 104,0
2 -
3 -
V. Ikan Kembung
(Rastrelliger sp)
1 142,6
2 -
3 -
VI. Ikan Tongkol
(Auxis thazard)
1 164,2
2 -
3 -





B. Pembahasan
Setelah dilakukanya praktikum maka hasil yang diperoleh serta hasil pengamatan secara langsung pada objek praktikum yaitu ikan yang telah dilakukan penggaraman. Sehingga diperoleh hasil yang kurang begitu memuaskan. Hal ini karena, ikan telah dilakukan penjemuran, timbul larva atau belatung yang ukuran kecil dengan warna putih kekuningan pada daging ikan. Belatung ini cukup banyak terdapat pada seluruh bagian tubuh ikan tersebut terutama pada bagian badan yang merupakan bagian yang paling banyak lapisan dagingnya.
Adanya belatung ini dapat disebabkan oleh hinggapnya larva lalat yang jatuh pada ikan yang masih lembab. Larva akan terus makan sebagai persiapan cadangan makanan untuk dapat masuk dalam stadia berikutnya yaitu pupa. Sehingga ketika telah masuk stadia pupa terdapat energi yang cukup untuk dapat melakukan proses metamorfosis yang berasal dari cadangan makanan yang telah dipersiapkan.
Faktor berikutnya yang menjadi penyebab timbulnya belatung atau larva lalat ini karena proses pengeringan yang berjalan dalam waktu yang lama. Hal ini karena kadar air dalam daging ikan yang masih cukup tinggi akan memicu pertumbuhan atau percepatan pertumbuhan dari telur lalat yang telah terdapat dalam daging ikan tersebut. Lamanya proses pengringan ini karena faktor cuaca. Karena proses pengeringan masih menggunakan bantuan matahari, karena keadaan cuaca yang sering hujan mengakibatkan proses pengeringan ikan pun menjadi terhambat.
Karena adanya larva lalat, ikan juga mengeluarkan bau yang tidak sedap. Bau ini berasal dari amoniak hasil dari penguraian dari protein. Ini dikarenakan adanya proses penguraian secara kimia yang disebabkan oleh aktifitas enzim dalam proses penguraiaan protein tersebut. Enzim ini selain dari enzim yang beral dari ikan tersebut juaga berasal dari larva lalat tersebut.





V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah melaksanakan praktikum Penggaraman dan Pengeringan ini maka dapat dioleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada proses penggaraman terdapat empat metode yaitu dry salting, wet salting, kench salting dan campuran atau kombinasi.
2. Penggaraman secara dry salting sangat efektif dalam penyerapan air dari dalam tubuh ikan.
3. Garam memiliki sifat hidroskopis yang merupakan sifat dasar yang sangat penting dan dibutuhkan dalam proses penggaraman.
4. Pada hasil penggaraman yang perlakuan yang kurang baik akan menyebabkan timbulnya belatung atau larva.
5. Konsentrasi garam yang digunakan sangat mempengaruhi hasil dan kwalitas yang diperoleh.

B. Saran
Kepada para asisten agar pelaksanaan praktikum agar lebih tenang agar tidak mengganggu jalannya praktikum dan mempermudah para praktikan dalam mengumpul laporan.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, Khairul. 2008. Klasifikasi Ikan. (http://www.wikipedia.com diakses 20 April 2010)
Fida, Ruhil. 2007.Teknologi Pasca Panen. SPP Negeri Sembawa. Palembang.
Liza, N. 2007. Pengolahan Hasil Perikanan. Gramedia. Jakarta.
Purwanto, Budi. 2010. Dasar-dasar Teknologi Hasil Perikanan. Universitas Sriwijaya. Indralaya.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan 2. Binacipta, Jakarta.
Sugianto. 1986. Kekayaan Laut Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syarif Budiman, Muhammad. 2004. Penggaraman dan Pengeringan. Departemen Pendidikan. Jaka

pembuatan media agar

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Medium adalah bahan yang terdiri dari campuran zat-zat untuk menambahkan mikroba. Selain itu juga berguna untuk isolasi sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba dalam suatu bahan.
Begitu tersedia kodisi yang memuaskan untuk kultivasi, maka reproduksi dan pertumbuhan bakteri dapat diamati dan diukur, untuk menentukan pengaruh berbagai kondisi baik terhadap reproduksi dan pertumbuhan bakteri tersebut, dan untuk menentukan perubahan-perubahan apa saja yang dihasilkan oleh bakteri di dalam lingkngan tumbuhnya.
Mikrobiologi adalah satu ilmu yang mempelajari kehidupan dan mikroba organisme hidup yang berukuran mikro atau sangat renik. Mikroorganisme ini sangaterat kaitannya denga kehidupan, baik yang bermanfaat atau merugikan makhluk hidup yang lainnya. Ada diantara mereka yang hidup dalam media agar yang dapat menyebabkan penyakit ataupun menguntungkan misalnya dalam proses pembutan anggur, keju, yogurt, produksi penisilin dan proses pembuangan limbah (Tortora, 1992 : 22).
Untuk menelaah bakteri di laboratorium kita harus dapat menumbuhkan bakteri dalam biakan murni.Untuk melakukan hal itu, haruslah mengerti jenis-jenis nutrient yang disyaratkan oleh bakteri dan juga macam lingkngan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya. Dalam pembuatan medium harus ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut :
1. Mengandung semua zat yang mudah digunakan oleh mikroba.
2. Tidak mengandung zat penghambat pertmubuhan.
3. Mempunyai tekanan osmose dan tekanan muka.
4. Mempunyai derajat keasaman (pH) yang sesuai.
5. Dan dalan keadaam seteril.


Medium dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1. Berdasarkan susunan kimianya, yaitu medium organic, medium anorganik, medium sintetik dan medium nonsintetik.
2. Berdasarkan konsistensi medium yaitu medium cair, padat dan semi padat.
3. Berdasarkan fungsi yaitu diperkaya, spesifik, perhitungan penguji dan khusus.
Dalam pembuatan media agar ini, dilakukan dengan pembuatan Media agar OF, Media agar TS, Media agar MR, Media agar TSI, dan Media uji agar indole, yang telah disiapkan dan diseterilkan. Setelah disterilkan semua media tersebut didapatkan berbagai warna, seperti : Media agar OF berwarna hijau, Media agarTS berwarna kuning, Media agar MR berwarna kuning keruh,
Media agar TSI kuning gelap, Media agar uji indole berwarna kuning bening. Tidak ada satupun perangkat kondisi yang memuaskan kultivasi semua bakteri di laboratorium. Bakteri amat beragam baik dalam persyaratan nutrisi maupun fisiknya. Beberapa bakteri mempunyai persyaratan nutrient yang sederhana, sedangkan yang lain mempunyai persyaratan yang rumit. Beberapa spesies tumbh pada suhu serendah 0 0C, sedangkan yang lain tumbuh pada suhu 75 0C. Beberapa membutuhkan oksigen bebas,sedangkan yang lain dihambat oleh oksigen. Karena alasan ini, maka kondisi harus disesuaikan sedemikian sehingga menguntungkan bagi kelompok bakteri tertentu yang sedang ditelaah.

B. Tujuan
Untuk membuat berbagai media agar yang digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri.








II. TINJAUAN PUSTAKA
Media alamiah, misalnya uji media agar OF, media agar TS, media agar TSI dan media agar Indole, tidak menimbulkan masalah di dalam penyiapannya sebagai media; hanya semata-semata dituang ke dalam wadah-wadah yang sesuai seperti tabung reaksi atau cawan petri dan disterilkan sebelum digunakan. Pada bahan mentah media agar cirri-cirinya adalah suatu karbohidrat kompleks yang diperoleh dari algae marin tertentu diolah untuk membuang substansi yang tidak dikehendaki. Dan nilai nutrisinya digunakan sebagai bahan pemadat media agar yang lebur dalam larutan cair akan membentuk gel bila suhu dikurangi sampai di bawah 45 0C, agar tidak merupakan sumber nutrient bagi bakteri. Pada praktisnya semua media tersebut secara komersial dalam bentuk bubuk, dan juga dalam bentuk siap pakai di dalam cawan-cawan petri, tabung reaksi atau botol.
Keragaman yang luas dalam tipe nutrisi diantara bakteri diimbangi oleh tersedianya berbagai media yang banyak macamnya untuk kultivasinya. Substansi-substansi rumit tertentu seperti pepton, ekstrak daging, dan kadang ekstrak khamir dilarutkan dalam air dengan jumlah bermacam-macam, sehingga menghasilkan media yang menunjang pertumbuhan berbagai ragam bakteri dan mikroorganisme lain. Bila diinginkan medium padat maka digunakan agar sebagai pemadat. Contoh-contoh medium cair dan padat yang relatif sederhana yang menunjang pertumbuhan banyak heterotrof yang umum ialah kaldu nutrient dan agar nutrient.
Menurut Suryawiris (1986 :145), supaya mikrobia dapat tumbuh dengan baik didalam medium, dilakukan beberapa cara, yaitu :
1. Media harus mengandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikrobia.
2. Media sesuai dengan mikroba tersebut.
3. Media harus dalam keadaan steril, artinya sebelum ditumbuhi mikroba yang dimaksud, media tersebut tidak ditumbuhi oleh mikrobia yang lain mikrobia yang tidak diharapkan pertumbuhannya.
Penyiapan media bakteriologi selain media selain media almiah mengikuti langkah-langkah berikut ;
1. Setiap komponen, atau medium terhidrasi yang lengkap, dilarutkan dalam air suling dengan volume yang sesuai.
2. pH (derajat kemasaman atau kebasaan) medium fluida di tentukan dan disesuaikan (dengan penambahan larutan basa atau asam) dengan nilai yang optimum bagi pertumbuhan bakteri yang akan dikultivasi. pH ditentukan dengan menggunakan indikator pH atau pH meter.
3. Medium tersebut dituangkan ke dalam wadah yang sesuai seperti tabung reaksi, cawan petri, atau botol dan ditutup dengan sumbat kapas atau tutup plastik atau logam sebelum disterilisasi.
4. Medium itu disterilkan, biasanya dengan menggunakan autoklaf, proses ini menggunakan panas dibawah tekanan uap.
Mikroorganisme autotrof dapat tumbuh dalam media yang sederhana karena mikrobia ini mempunyai kemampuan mensistensi bahan organik menjadi karbohidrat protein, asam nukleat, lipid dan vitamin serta kompleks organik lainnya. Untuk bakteri heterotrof berbahan mentah seperti pepton, ektrak daging, ekstrak ragi yang menyebabkan media tersebut dapat digunakan oleh berbagai bakteri (Lay, 1992 : 225).
Medium ilmiah tidak menimbulkan masalah dalam penyimpanan sebagai medium, hanya semata-mata dapat dituangkan dalam wadah yang sesuai seperti dalam tabung reaksi yang disterilkan (Pelcsar, 1996 : 67).
Bila suatu medium telah diketahui secara rinci komposisinya media tersebut disebut media sintetik. Medium nonsintetik mempergunakan bahan-bahan yang kaya akan zat-zat dan unsur hara yang tidak diketahui kandungannya secara pasti (Lay, 1992 : 225).


III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 25 Mei 2007, pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan BDA, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Inderalaya.

B. Alat dan Bahan
Alat yang akan digunakan pada pembuatan media agar adalah antara lain ;
- Tabung reaksi
- Erlenmeyer
- Cawan petri
Dan bahan yang akan digunakan antara lain ;
- Media agar uji TS
- Media agar uji OF
- Media agar uji TSI
- Media agar uji MR
- Media agar uji indole

C. Cara Kerja
1. Bahan masing-masing media dimasukkan kedalam erlenmeyer, dilarutkan dengan aquadest.
2. Bila bahan tidak larut dengan aquadest, bahan tersebut didihkan bersama aquadest.
3. Bila sudah larut, erlenmeyer kemudian ditutup dengan aluminium foil dan dimasukkan dalam autoklaf.
4. Setelah steril, didapatkan berbagai media dengan berbagai warna, kemudian media dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditutup dengan kapas.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Dalam praktikum Pembuatan Media Agar didapatlah hasilnya sebagai berikut :
1. Media agar uji TS berwarna : kuning
2. Media agar uji MR berwarna : Kuning keruh
3. Media agar uji OF berwarna : Hijau
4. Media agar uji TSI berwarna : kuning gelap
5. Media agar uji indole berwarna : kuning bening












B. Pembahasan
Pada praktikum ini digunakan medium :
Media agar uji TS, Media agar uji OF, Media agar uji MR, Media agar uji TSI, dan Media agar uji indole yang sudah disterilkan. Dan adapun medium yang digunakan nutrient agar digunakan untuk menambahkan bakteri dan plate count agar (PCA) digunakan sebagai medium untuk menumbuhkan jamur. PCA ini jarang digunakan karena tidak spesifik dan juga selain menumbuhkan bakteri, jamur juga ikut tumbuh. Jadi kita hendak salah satu harus dilakukan dengan cara isolasi terlebih dahulu.
Media yang telah ada diatas disterilkan beserta alat-alatnya. Kemudian media dicampur dengan aquadest dan dipanaskan dengan hotplate dan diaduk. Setelah diperoleh media yang telah dipanaskan tersebut dibagi kedalam beberapa tempat yang telah tersedia, misalnya pada cawan petri dan tabung reaksi. Tabung reaksi yang telah di sediakan diisikan dengan media-media agar yang telah disediakan. Tabung reaksi diletakkan dalam posisi yang berbeda-beda.
Pada semua media agar, dimasukkan dalam delapan tabung. Pada media agar diisi dengan masing-masing dua tabung, kecuali pada media agar uji OF. Untuk mendapatkan hasil yang steril tabung tersebut dimasukkan kedalam autoklaf. Hal ini dimasukkan kedalam autoklaf untuk mencegah terjadinya kontaminan yang masuk.
Selain itu, pada praktikum ini dilakukan pemanasan yang bertujuan untuk mencampur zat sampai menjadi homogen dan juga untuk sterilisasi. Pada praktikum ini tidak menggunakan plate count agar dikarenakan berfungsi untuk menumbuhkan bakteri dan jamur. Dalam pembuatan medium digunakan bertujuan untuk medium dicampur dengan aquadest.
Posisi peletakan tabung reaksi mempengaruhi banyak sedikitnya mikroba yang tumbuh, pada tabung reaksi pertumbuhan mikrobia lebih banyak karena luas diameter permukaan tabung lebih besar dibandingkan dengan tabung yang diletakkan pada posisi tegak (Suryawiris, 1986 : 56).
Menurut Suryawiris (1986), salah satu persyaratan untuk menumbuhkan mikrobia adalah tekanan osmose, hal ini untuk dimasukkan karena dapat digunakan untuk medium yang padat yang tumbuh didalam media tersebut adalah bakteri aerob (membutuhkan oksigen) oleh karena itu dibutuhkan tegangan osmose agar bakteri dapat tumbuh diatas permukaan dan memperoleh oksigen yang dibutuhkan untuk hidup.
Menurut Dwiseputro (1989 : 39), mikroba adalah suatu mikroorganisme yang hidup dan melakukan aktivitas seperti halnya makhluk hidup lainnya. Salah satunya mempunyai warna media yang tidak disterilakan karena terdapat kemugkianan ada mikroorganisme yang menempel atau yang terkontaminasi oleh mikroba yang ada diudara, angina atau yang ada didalam media itu sendiri. Sedangkan yang telah mengalami sterilisasi tidak mengalami sterilisasi tidak mengalami perubahan yang sangat berarti dan kemungkianan untuk terkontaminasi juga sangat kecil karenasebagian mikroba yang ada didalamnya sudah musnah karena mengalami pemanasan dengan suhu tinggi.







V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapatlah kesimpulannya sebagai berikut :
1. Suatu media telah diketahui secara rinci komposisi yang akan digunakan tersebut disebut dengan media sintetik.
2. Media yang digunakan harus dalam keadaan steril dan media tersebut tidak di tumbuhi oleh mikrobia .
3. Media yang digunakan untuk menumbuhkan mikrobia adalah Media agar uji TS, Media agar uji OF, Media agar uji TSI, Media agar uji MR, Media agar uji indole.
4. Dari praktikum yang telah dilakukan, setiap media agar akan diisi dalam dua tabung reaksi, kecuali pada media agar OF yang diisi dengan empat tabung reaksi.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini sebaiknya, sebelum praktikum dimulai terlebih dahulu, para praktikan harus mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dan agar dapat berjalan berjalan dengan baik




DAFTAR PUSTAKA
Tortora. 1992. Biologi Sel. Angkasa Bandung : Bandung.
Lay, et al. 1992. Mikrobiologi Dasar. Gramedia : Jakarta.
Pelczar, Michael. 1996. Dasar-Dasar. Mikrobiologi. Universitas Indonesia : Jakarta.

Dwijoseputro. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan : Jakarta
Stanier. 1982. Mikrobiologi Dasar. Erlangga : Jakarta.









I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikroorganisme seperti bakteri, kapang, khamir dapat dijumpai pada lingkungan di sekitar kita. Misalnya di udara, tanah, air, tubuh serta benda-benda yang ada disekitar kita. Bentuknya yang mikroskopis tidak memugkinkan kita untuk melihatnya dengan mata langsung tanpa bantuan mikroskop. Udara merupakan habitat yang banyak ditumbuhi oleh mikrobia, begitu juga dengan air, tanah dan benda-benda lainnya. Pada badan atau tubuh manusia juga ditemukan mikrobia karena badan manusia selalu kontak dengan ikan juga ditemukan mikrobia ada yang bersifat pathogen maka fungsi kulit serta lendir pada tubuh adalah melindungi infeksi mikrobia (Dwijoseptro, 1984).
Spesies mikroorganisme dapat dilakukan dengan pengidentifikasian dan dapat pula dibedakan cirri-cirinya dengan cara memisahkan terlebih dahulu spesiesnya dari orgaisme yang umum dijumpai dalam habitatnya sehingga perlu ditumbuhkan menjadi biakan murni. Mikroorganisme tidak bisa diamati secara langsung jika mereka berkembang dan membentuk suatu koloni, dengan demikian yang teramati pada suatu medium yang mengisolasi mikroorganisme merupakan bentuk-bentuk koloninya.
Bentuk-bentuk koloni yang diamati tersebut dapat menunjukkan jenis mikroorganisme yang berkembang pada medium, sehingga dapat diperkirakan mikroorganisme apa saja yang terdapat pada tubuh terutama pada bagian usus ikan. Isoplasi suatu mikroba adalah memeindahkan mirobia tersebut dari dalam tubuh ikan dan menumbuhkan sebagai biakan murni dalam medium buatan.
Cara-cara isolasi bakteri yaitu cara goresan dan cara taburan. Untuk memperoleh biakan murni dari suatu campuran di laboratorium ada beberapa cara yaitu dengan metode tuang Koch dan metode penggoresan lempeng agar. Pada metode tuang bakteri disebarkan di atas permukaan lempeng agar. Sedangkan metode penggoresan dikembangkan oleh Leoffler dan Gaffky dari laboratorium Koch (Burnie, 2000).
Pada umumya mikrobia tumbuh dalam populasi campuran untuk mengidentifikasi mikrobia, termasuk pengujian morfologi, fisiologi, dan serologi, sebelumnya perlu dilakukan isolasi dari habitatnya. Isolasi mikrobia ialah memindahkan mikrobia tersebut dari lingkngannya di alam dan menumbhkan sebagai biakan murni dalam medium buatan (Pelczar, 1986).
Populasi mikrobia di alam sekitar kita besar lagi kompleks. Beratus-ratus spesies berbagai mikrobia biasanya menghuni bermacam-macam bagian tubuh kita, termasuk mulut, saluran pencernaan, dan kulit. Mikobia itu terdapat dalam jumlah yang luar biasa besarnya. Penelitian yang layak mengenai mkroorganisme dalam berbagai habitat ini memerlukan tahnik untuk memisah-misahkan populasi campuran yang rumit ini, atau biakan campuran menjadi spesies-spesies yang berbeda-beda sebagai biakan murni. Biakan murni ini terdiri dari satu populasi sel yang semuanya berasal dari satu induk. Isolasi suatu mikrobia adalah memindahkan mikroba tersebut dari lingkungannya di alam dan menumbuhkan sebagai biakan murni dalam medium butan. Biakan murni adalah biakan yang hanya terdiri dari populasi mikrobia yang berasal dari satu jenis mikrobia (Pelczar, 1986).

B. Tujuan
Ada pun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengisolasi mikrobia dengan berbagai metode atau teknik dan untuk mengisolasi bakteri dan jamur untuk mendapatkan biakan murni.





II. TINJAUAN PUSTAKA
Populasi mikrobia di dalam tubuh atau usus ikan sangat besar dan kompleks. Beratus-ratus spesies berbagai mikroba biasanya meghuni bermacam-macam bagian tubuh ikan atau saluran pencernaan ikan. Penelitian mengenai mikroorganisme dalam berbagai habitat ini memerlukan tekhnik untuk memisahkan populasi campuran atau biakan campuran menjadi spesies-spesies yang berbeda-beda sebagai biakan murni. Biakan murni ini terdiri dari satu populasi sel yang semuanya berasal dari satu sel induk (Pelczar, 1986).
Flora mikroba di lingkungan mana saja pada umumnya terdapat dalam populasi campuran. Boleh dikatan amat jarang mikroba dijumpai sebagai satu spesies tunggal di alam. Untuk mencirikan dan megidentifikasi suatu spesies mikroorganisme tertentu, pertama-tama spesies tersebut harus dapat dipisahkan dari organisme lain yang umum dijumpai dalam habitatnya, lalu ditumbuhikan menjadi murni. Biakan murni ialah biakan yang sel-selnya berasal dari pembelahan satu sel tunggal. Mengapa diperlukan biakan murni ! karena semua metode mikrobiologis yang digunakan untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroorganisme, termasuk penelaahan cirri-ciri kultur, morfologis, fisiologis, maupun serologis, memerlukan suatu populasi yang terdiri dari satu macam mikroorganisme saja (Parker, 2002).
Kebanyakan mikrobia tumbh dalam populasi campuran. Untuk mengidentifikasi mikrobia tersebut, termasuk pengujian morfologi, fisiologi, dan serologi, sebelumnya perlu dilakukan isolasi dari habitatnya. Isolasi mikrobia ialah memindahkan mikrobia tersebut dari lingkungannya di alam dan menumbuhkan sebagai biakan murni dalam medium buatan. Isolasi suatu mikriba ialah memindahkan mikroba tersebut dari lingkngannya di alam dan menumbuhkan sebagai biakan murni dalam medium buatan (Rigg, 2002).

isolasi bakteri

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang berkawasan luas. Secara kasar dapat dikatakan, bahwa kawasan negara itu dua per tiga nya adalah perairan laut. Didaratan pulau-pulau terdapat sungai-sungai, danau-danau, rawa-rawa dan payau-payau serta muara-muara sungai. Semua badan air itu merupakan habitat hewan-hewan air yang banyak diantaranya mempunyai nilai ekonomi tinggi. Walupun lingkungan air laut itu lebih luas dibandingkan lingkungan air tawar, namun sekarang pengetahuan tentang lingkungan air tawar bagi ikan dan hewan air tawar pada umumnya jauh lebih mendetail, terutama tentang sejarah alamnya, ekologinya dan distribusinya. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan air tawar itu lebih mudah kita capai dan kita pelajari.
Sumber daya perikanan di Indonesia terdiri dari berbagai jenis ikan, krustacea, molusca, makroalga yang hidup diperairan darat dan laut. Sumberdaya perikanan yang memiliki struktur tubuh ikan dikenal dengan istilah finfish ( fin = sirip) sedang sumberdaya yang memiliki tubuh bercangkang seperti krustacea dan molusca disebut dengan shellfish ( cangkang ).
Pada umunya ikan air tawar hampir tidak memiliki daging merah ( red muscle ) sebanyak ikan laut. Kalupun ada, daging merah terdapat dalam jumlah sedikit sekali dan hanya segaris literal ikan ( linea lateralis ).
Tempat yang digunakan untuk perikanan darat meliputi sungai, danau, bendungan, rawa, kolam, dan sawah. Usaha perikanan darat pada umumnya diusahakan oleh petani sebagai mata pencaharian tambahan. Perikanan darat yang merupakan milik umum adalah perikanan darat nonbudidaya. Ikan di sini tidak dipelihara dan dikembangkan, terdapat di sungai, danau, dan rawa
(Evy et al., 1997).
Usaha perikanan darat penting artinya bagi masyarakat karena usaha itu menghasilkan ikan yang hubungannya erat sekali dengan kemakmuran negara beserta rakyatnya dan kesehatan (Gizi). Ikan yang terdapat di daerah-daerah perikanan darat banyak sekali macamnya, tidak kurang dari 500 macam. Ikan sebanyak itu dapat kita bagi dalam 3 golongan besar yaitu Ikan Peliharaan, Ikan buas, dan Ikan Liar (Achjar, et al., 1986).
Jika dahulu rawa dibiarkan begitu saja oleh penduduk dan ikan hidup di dalamnya bukan sengaja dipelihara, sekarang tempat itu dapat diusahakan untuk memelihara ikan secara besar-besaran. Perikana darat yang merupakan milik perseorangan adalah perikanan darat budidaya. Jenis ikan yang dikembangkan adalah ikan mujair, tawes, sepat, mas, gabus, lele, nila, bandeng dan udang. Daerah rawa-rawa yang menghasilkan terutama terdapat di Pantai Timur pulau Sumatera dan Pantai Selatan Pulau Kalimantan. Empang dan kolam terutama dikembangkan di Jawa Barat, jenis ikan yang dipelihara adalah ikan Mas dan ikan Gurami. Perikanan di sawah diusahakan di pulau Jawa, yang diusahakan sesudah panen padi atau bersama-sama dengan tanaman padi (Evy et al., 1997).


B. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Isolasi Bakteri ini adalah sebagai berikut :
a) Mengisolasi mikroba dengan berbagai macam metode atau teknik.
b) Mengisoalasi bakteri jamur untuk mendapatkan biakan murni.











II. TINJAUAN PUSTAKA

Medium adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran nutrisi yang dipakai untuk menumbuhkan mikroorganisme. Selain itu juga medium digunakan untuk isolasi, memperbanyak, pengujian sifat-sifat fisiologi dan juga digunakan untuk perhitungan jumlah mikroba. Di dalam medium harus ada nutrisi yang merupakan kebutuhan dasar dari mikroorganisme yang meliputi air, karbon, mineral, energi, dan faktor tumbuh. Air sangat penting artinya karena merupakan komponen dasar protoplasma, jalan masuknya nutrien ke dalam sel, jalan keluarnya hasil eksresi dan sekresi dari dalam sel, dan juga untuk reaksi-reaksi enzimatik. Air yang baik digunakan dalam pembuatan medium pembiakan mikroorganisme adalah air suling, karena bila air yang digunakan adalah air sadah untuk pembuatan medium yang terbentuk dari ekstrak daging dan pepton maka akan terbentuk endapan fosfat dan magnesium fosfat. Dengan adanya endapan-endapan tersebut maka akan menghambat bagi pertumbuhan biakan yang ditanam dalam medium yang telah dibuat. Berdasarkan sumber karbon maka mikrobia dapat dibedakan atas mikrobia yang dapat mensintensis semua komponen sel dari karbondioksida yang disebut dengan autotrof. Sedangkan mikrobia yang memerlukan satu atau lebih senyawa organik sebagai sumber karbon disebut heterotrof (Widjajanti, 1993).
Terasi adalah bumbu masak yang dibuat dari ikan dan atau udang renik (jembret;gamberetti-it) yang difermentasikan, berbentuk seperti pasta dan berwarna hitam-coklat, kadang ditambah dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan. Terasi memiliki bau yang tajam dan biasanya digunakan untuk membuat sambal terasi, tapi juga ditemukan dalam berbagai resep tradisional Indonesia (Anonim, 2010).
Terasi sebenarnya adalah hasil fermentasi dari ikan ataupun udang. Siapa yang membuatnya pertama kali, tidak lah jelas. Konon, terasi dibuat oleh para nelayan sebagai produk sampingan ketika mereka mengasinkan udang atau ikan. Ada juga teori yang mengatakan terasi ini adalah pemanfaatan udang atau ikan yang tak habis dijual. Mungkin, daripada busuk, ikan dan udang dibuat jadi terasi ini. Apapun alasannya, para penikmat kuliner harus berterimakasih, karena dengan adanya terasi, banyak hidangan jadi lebih gurih dan nikmat (Anonim, 2010).
Sebutan terasi di berbagai tempat di Asia tenggara ini juga berbeda-beda. Kita mengenalnya dengan sebutan terasi atau trasi. Orang Birma menyebutnya ngapi. Orang Thailand, Khmer dan Laos mengenalnya sebagai kapi. Sedangkan di Malaysia sebutannya adalah belacan. Di Vietnam namanya adalah mam tom. Bagoong Aramang adalah nama terasi di Filipina. Sedangkan di Cina orang menyebutnya hom hay atau hay koh. Namun secara umum dunia internasional mengenalnya sebagai dried shrimp paste (Anonim, 2010).
Kita mengenal terasi dalam bentuk blok berwarna kecokelatan. Tapi sebenarnya variasinya lumayan beragam; dari bentuk krim cair sampai blok, dengan warna pink keabu-abuan, kemerahan, hingga cokelat gelap. Rasa, texture dan keasinannya pun berbeda-beda (Anonim, 2010).
Sentra industri Terasi di Indonesia ini terdapat di Tuban, Sidoarjo, Madura, Indramayu, Cirebon, Bagan Siapi-api dan Bangka. Sedangkan di Negara tetangga Malaysia, terasi diproduksi di Pulau Betong. Filipina punya sentra industri terasi di Pangasinan. Dan Hongkong memproduksinya di pulau Ma Wan, tepatnya di desa Tin Liu (Anonim, 2010).
Memilih dan Menggunakan Terasi
Memilih terasi yang bagus, mudah saja. Jadikan hidung kita sebagai ‘detektif’. Hirup saja aroma terasi. Terasi yang bermutu baik punya aroma yang segar dan wangi. Biasanya yang begini terbuat dari bahan pilihan, bukan sisa-sisa ikan atau udang yang tidak laku! Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, hindari terasi yang menggunakan pewarna. Warna terasi adalah cokelat gelap. Biasanya yang berwarna kemerahan sudah menggunakan pewarna (Anonim, 2010).
Pembuatan Terasi
Dikenal beberapa teknik pembuatan terasi, tapi industri rumah tangga di Indonesia biasanya mengolah terasi dengan cara seperti berikut ini: Ikan dan udang kecil-kecil dipisahkan, dicuci, kemudian dijemur. Setelah itu digiling dengan komposisi yang berbeda. Untuk terasi udang, komposisi udang dan ikan adalah 3:1. Sedangkan untuk terasi ikan komposisi ikan dan udangnya adalah 2:1. Hasil gilingan akan berbentuk gumpalan pasta pekat. Pasta ini akan digarami dan kadang diberi pewarna agar kemerahan. Pasta terasi dijemur lagi hingga lebih kering, baru dibentuk blok-blok dan dikemas sesuai selera konsumen (Anonim, 2010).

























III. METODELOGI PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan pada hari selasa, 11 Mei 2010 pada pukul 12.30 WIB sampai selesai. Yang bertempat di Laboratorium Bersama Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Indralaya.


B. Alat dan Bahan
Alat :
• Tabung reaksi : ambil tabung reaksi yang sudah steril kemudian masukkan usus ikan nila
• Jarum ose : jarum ose digunakan dalam penghalusan usus ikan dalam tabung reaksi
• Bunsen : isi bunsen dengan spritus kemudian nyalakan api
• Pisau : bedah ikan nila untuk mengambil ususnya
• Tissue : keringkan alat-alat
• Cawan petri : untuk tempat tumbuh mikroorganisme
• Erlenmeyer : sterilkan, masukkan larutan TSA ke dalam tabung erlenmeyer
Bahan :
• Media agar TSA : sebagai media tumbuh bakteri
• Terasi : sebagai bahan yang praktikum.
• Ikan nila : sebagai bahan praktikum.
• Ikan peda : sebagai bahan praktikum.



C. Cara Kerja
Teknik goresan (Steak Plat)
Medium disiapkan dalam sawan petri lalu suspense bakteri diambil dengan menggunakan jarun ose secara aseptic. Kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri dengan cara menggoreskan pada permukaan agar. Lalu cawan petri tali dibungkus kemudian diinkubasi selama 1 sampai 3 hari.
























IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
No Bahan Jumlah Koloni
1. Terasi 212 x 4 = 848
2. Terasi 96 x 4= 384
3. Ikan Asin Pedo 148 x 4= 592
4. Ikan Asin Pedo 170 x 4= 680
5. Ikan Nila 252 x 4= 1008
6. Ikan Nila 146 x 4= 584


B. Pembahasan
Pada percobaan ini, kelompok satu mendapatkan tugas untuk mengisolasi bakteri terasi. Kegiatan pertama yang dilakukan dalam mengisolasi bakteri adalah menyiapkan 3 buah tabung reaksi yang telah terisi oleh aquadest sebanyak 9 ml. dimana pada setiap masing – masing tabung reaksi diberi merek yaitu 10-1, 10-2 dan 10-3. setelah itu kita menghaluskan terasi yang sebelumnya telah ditimbang sebanyak 1 gr. Setelah terasi tersebut halus kita masukkan terasi ke dalam tabung reaksi dengan merek 10-1. Setelah itu kocok hongga homogen kira – kira selama 5 menit. Setelah didapat hasil yang homogen dari tabung pertama yang berwarna merah menyala, ambil sekitar 1 ml pada tabung reaksi pertama dimasukkan ke dalam tabung ke dua yaitu dengan merek 10-2. Kemudian kita berikan perlakuan yang sama seperti pada tabung reaski yang pertama yaitu dengan mengocoknya hingga homogen yang nantinya memiliki warna merah pudar.
Setelah hal yang sama kita lakukan, maka kita ambil 1 ml lagi dari tabung ke dua dengan cap 10-2 dan masukkan kedalam tabung reaksi yang terakhir dengan merek 10-3 yang kemudian berwarna keruh. Setelah itu kita ambil 1 ml lagi dari tabung reaski yang kedua lalu dimasukkkan ke dalam cawan petri. Sebelum dimasukkan kedalam cawan petri, cawan harus dalam keadaan steril atau terbebas dari bakteri ataupun mikroorganisme lainnya. Pensterilasn cawan petri ini dengan menggunakan Bunsen. Setelah itu kita tambahkan sedikit agar pada cawan petri hanya sampai agar tersebut menutupi seluruh permukaan dari cawan petri.
























V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum “Isolasi Bakteri” adalah:
1. Terasi sebenarnya adalah hasil fermentasi dari ikan ataupun udang.
2. Terasi yang bermutu baik punya aroma yang segar dan wangi.
3. Semakin sering terasi dicampur dengan aquadest maka warnanya akan semakin muda atau semakin jernih.
4. sebelum dimasukkan terasi, cawan harus steril dari bakteri atau mikroorganisme.
5. Campuran terasi dengan aquadest harus dikocok hingga homogen agar praktikum berlangsung secara optimal.


B. Saran
Selama praktikum berlangsung, saran saya yaitu sebaiknya praktikan dijelaskan secara rinci mengenai cara kerja dari praktikum ini. Akan lebih bagus lagi jika pada praktikum ini alat-alat yang disediakan lengkap agar setiap praktikan dapat mencoba, tidak hanya melihat saja.












DAFTAR PUSTAKA

http://iptek.apjii.or.id/budidaya%20perikanan/PEMD/Nila/img/Nila_1_p1.jpg
Dermawan,Iwan. 2001. Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta
Rusdi, Taufiq. 1987. Usaha budidaya Ikan Gurame. CV. Simplek. Jakarta.
Sitanggang, M. 1999. Budidaya Gurame. Swadaya. Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Terasi
http://www.lautanindonesia.com/serbarasa/artikel/tips-of-the-week/terasi--tips-pembuatannya
http://dapurmlandhing.dagdigdug.com/2008/04/19/terasi/
http://bisnisukm.com/pembuatan-terasi.html





























LAPORAN TETAP PRAKTIKUM
DASAR DASAR MIKROBIOLOGI AKUATIK
ISOLASI BAKTERI




















Oleh :
Wahyu Angga Saputra
05091005026











FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2010